Menggelikan

Menggelikan

Penulis: Ustaz H. M. Ismail Yusanto

MuslimahNews.com, TSAQAFAH— Awalnya, mereka berusaha meletakkan Khilafah seolah bukan bagian dari ajaran Islam. Tentu tidak bisa, karena jelas sekali, Khilafah itu adalah ajaran Islam. Mau diletakkan di mana semua khazanah yang menulis soal Khilafah dalam berbagai kitab muktabar karya para ulama salaf maupun khalaf, dari dalam maupun luar Indonesia? Apalagi Khilafah juga telah dicatat oleh sejarah, berperan sangat penting dalam mewujudkan peradaban Islam yang agung berbilang abad lamanya.

Setelah usaha untuk menegasikan Khilafah sebagai ajaran Islam gagal, mereka kemudian mencoba mengembangkan opini, bahwa yang mereka persoalkan adalah Khilafah ala HTI. Padahal tidak ada apa yang disebut Khilafah ala HTI itu. Semua ide, konsepsi, ajakan, seruan, dan penjelasan HTI soal Khilafah bersumber dari kitab-kitab para ulama juga. Jelas, usaha ini pun gagal.

Akhirnya, mereka menempuh cara yang ngawur sekaligus memprihatinkan dan menggelikan. Beberapa ahli dari pihak mereka menyatakan bahwa memperjuangkan Khilafah di Indonesia hukumnya haram.

Bayangkan, bagaimana bisa sesuatu yang disebut oleh banyak ulama sebagai tâj al-furûdh (mahkota kewajiban) karena darinya akan banyak kewajiban lain bisa ditunaikan, kok bisa-bisanya dikatakan haram diperjuangkan di negeri ini?

Di sinilah menggelikannya. Ketika ditanya apa dalilnya, tidak ada satu pun yang bisa menjelaskan dengan semestinya.

Ada yang menggunakan kaidah daf’ul mafâsid muqaddam[un] min jalbil mashâlih, tetapi ketika ditanya, atas dasar apa Khilafah yang merupakan ajaran Islam itu bila diperjuangkan di Indonesia pasti akan mendatangkan mafsadat atau madarat? Ia hanya mengatakan berdasarkan dugaan. Dugaan macam apa? Dugaan keras, katanya. Bagaimana kalau dugaannya itu justru akan didapat maslahat, bukan mafsadat? Tidak terjawab. Ketika disampaikan bahwa hasil penelitian Balitbang Kemenag yang dilakukan beberapa tahun lalu terhadap gerakan transnasional, termasuk soal Khilafah malah menunjukkan hasil sebaliknya, bahwa gerakan itu tidak mengancam negara, ia tolak hasil penelitian itu. Jadi ngawur lah.

Ada juga yang berhalusinasi, bahwa kalau Khilafah diperjuangkan atau tegak di Indonesia, akan seperti ISIS atau akan menimbulkan konflik seperti Suriah. Mereka memang selalu merujuk situasi yang saat ini terjadi di sejumlah negara Timur Tengah, utamanya Suriah, yang mereka sebut menjadi kacau karena Khilafah. Namun, narasi seperti ini, di luar dugaan, justru dimentahkan oleh ahli lain yang notabenenya sama-sama dari pihak mereka. Katanya, konflik di Timur Tengah sama sekali tidak terkait Khilafah. Konflik itu lebih terjadi karena perebutan kekuasaan dan karena invasi negara luar untuk menguasai sumber daya alam di sana. Oleh karena itu, membawa situasi Timur Tengah sebagai contoh akan timbulnya madarat bila di negeri ini ditegakkan Khilafah, tidaklah tepat.

Argumen yang paling sering dipakai bahwa haram hukumnya memperjuangkan Khilafah di Indonesia, adalah melanggar kesepakatan para ulama pendiri bangsa. Persoalannya, benarkah sistem kenegaraan sekarang ini adalah kesepakatan para ulama? Sebenarnya tidak persis begitu. Lebih tepatnya adalah kesepakatan BPUPKI atau bahkan PPKI yang di dalamnya ada sejumlah ulama. Sejarah membuktikan, justru ikhtiar ulama yang paling minimal berupa rumusan Piagam Jakarta dari ikhtiar puncak berupa Indonesia berdasarkan Islam pun telah dikhianati oleh para tokoh sekuler. Oleh karena itu, ketika ada perjuangan yang menginginkan tegaknya Islam di negeri ini, justru inilah yang harus dianggap sebagai melanjutkan perjuangan para ulama. Bukan yang lain.

Lagi pula, andai benar argumen itu, bahwa dulu telah terjadi kesepakatan, lalu apakah secara syar’i dan teoretis tidak boleh ada kesepakatan baru yang mengubah atau mengganti kesepakatan lama? Ada ahli dari pihak mereka yang tegas mengatakan boleh. Begitu juga ahli lain, meski mereka buru-buru menambah, hanya untuk soal ini (Khilafah di Indonesia) itu tidak boleh. Mengapa tidak boleh? Balik lagi ke argumen tadi, karena katanya sudah ada kesepakatan.

Bahkan ada dari mereka yang dengan berani mengatakan bahwa ijmak sahabat pun telah dinasakh oleh kesepakatan para pendiri bangsa.

Begitulah, ibarat pepatah “tiada rotan akar pun jadi”. Argumen apa saja dipakai asal kriminalisasi Khilafah dan para pejuangnya bisa tercapai. Sangat menggelikan tentu saja, karena yang melakukan itu bukan orang-orang sembarangan. Mereka bergelar mentereng: jenderal, doktor, bahkan profesor doktor. Malah ada yang menambahi di depan namanya dengan sebutan kiai haji. Masak kiai haji bisa bilang perjuangan Khilafah di Indonesia haram dan yang melakukan itu berarti makar kepada Allah?

Menggelikan. [MNews/Nsy]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *