[Kabar] Aktivis: Satu Abad Penerapan Kapitalisme Menghasilkan Penderitaan Generasi

[Kabar] Aktivis: Satu Abad Penerapan Kapitalisme Menghasilkan Penderitaan Generasi

Muslimah News, INTERNASIONAL — Hasil survei global bertajuk World Happiness Report 2024 menunjukkan bahwa tingkat kebahagiaan Gen Z dinilai lebih rendah dibandingkan baby boomers. Survei global besar lain juga menunjukkan adanya keputusasaan dan kekecewaan terhadap politik mapan, khususnya di kalangan pria muda Amerika.

Survei ini dilakukan untuk menentukan skala optimisme responden antara “harapan” dan “keputusasaan”, juga pada skala lain antara “kontrol” dan “kebebasan”, dengan kata lain, konservatisme dan liberalisme.

Lebih dari 300.000 survei di 20 negara yang mewakili hampir 60% populasi global, juga menunjukkan kaitan antara rata-rata dunia yang menjadi lebih liberal berbanding lurus dengan kondisi dunia yang lebih pesimistis.

Dinyatakan pula dalam penelitian tersebut, generasi muda di seluruh dunia merasa sangat dikecewakan oleh masyarakat. Yang paling mengejutkan, laki-laki muda Amerika dan tujuh negara anggota Uni Eropa menjadi lebih konservatif sejak 2014. Dengan kata lain, lebih memilih kontrol daripada kebebasan.

Satu Abad

Menanggapi hasil survei di atas, aktivis mahasiswa Najway Azka ar-Robbaniy, S.Psi. mengatakan, baru satu abad kapitalisme diterapkan, penderitaan dan kesengsaraan telah tumbuh subur di kalangan generasi.

“Indikator utamanya sungguh jelas, yaitu menurunnya tingkat kesejahteraan generasi yang ditunjukkan dengan buruknya kesehatan mental mereka. Rapuhnya mental generasi muda tidak tiba-tiba terjadi, melainkan efek dari kerusakan hidup yang mereka alami,” tuturnya kepada MNews, Senin (22-4-2024).

Ia menambahkan, buruknya pemenuhan kebutuhan hidup, baik fisik maupun nonfisik, menyebabkan satu dari tiga remaja Indonesia mengidap persoalan mental.

“Hasil-hasil survei tersebut juga mengonfirmasi bahwa penerapan liberalisme di negara paling liberal, yakni Amerika, tidak menghasilkan kebahagiaan bagi penduduknya. Setelah merasakan pahitnya hidup dalam dunia bebas layaknya hutan rimba, mereka akhirnya memilih kontrol sebagai solusi dari situasi buruk yang mereka alami,” bebernya.

Menurutnya, HAM yang selalu dijadikan jargon untuk membolehkan kebebasan berperilaku, berpendapat, beragama, serta kepemilikan, yang dianggap baik karena memungkinkan manusia bebas dari kediktatoran, nyatanya menghasilkan krisis multidimensi yang melewati batas kapasitas kemanusiaan.

“Nilai moral, spiritual, dan kemanusiaan tergantikan dengan nilai materi. Ini karena sekularisme yang menjadi dasar kehidupan kapitalistik memunculkan atmosfer kehidupan yang individualis, hedonis, bengis, dan penuh kekerasan,” kritiknya.

Dengan demikian, ucapnya, benarlah peringatan Allah dalam QS Thaha ayat 124, “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, ia akan menjalani kehidupan yang sempit.”

ia juga menambahkan bahwa kapitalisme yang diadopsi dunia yang dilanggengkan oleh sistem politik demokrasi, meniscayakan manusia memikirkan sendiri solusi atas masalah hidupnya menggunakan pemikiran terbatas manusia.

“Prinsip kedaulatan di tangan rakyat telah menggeser prinsip baku dalam Islam bahwa hak membuat hukum hanyalah hak Allah,” ulasnya.

Dirancang Allah

Ia lalu membandingkannya dengan Islam. “Dalam Islam, sistem kehidupan dan model masyarakatnya dirancang langsung oleh Allah Taala. Prinsip ini akan menjauhkan manusia dari diatur oleh hawa nafsu segelintir orang yang memiliki kuasa,” jelasnya.

Syariat Islam, ucapnya, turun untuk memberi kesejahteraan kepada seluruh manusia dan alam, serta menginginkan kemuliaan kehidupan baginya. Ini, lanjutnya, sebagaimana termaktub dalam QS Al-Anbiya ayat 107, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

“Syariat Islam mengandung seluruh konsep tata aturan kehidupan pada segala aspek yang dapat mewujudkan kesejahteraan dan kemuliaan manusia dengan cara yang benar dan tidak menimbulkan efek samping negatif sedikit pun dalam memenuhi kebutuhan fisik maupun non fisik,” bangganya.

Kesejahteraan hidup, terangnya, adalah efek dari terikatnya manusia dalam seluruh aktivitas hidupnya dengan syariat Islam, yang lahir dari keinginannya untuk mencapai rida Allah Swt. sebagai standar kebahagiaan hidup.

“Konsekuensi logis dari konsep ini dibutuhkan negara yang menjadi support system penerapan Islam secara sempurna dalam kehidupan bermasyarakat. “Negara akan berfungsi sebagai junnah (perisai) dari semua perkara berbahaya bagi kehidupan dan kemuliaan manusia,” tandasnya.

Negara juga berfungsi sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam menjamin pemenuhan kebutuhan hidup, baik sandang, pangan, papan (permukiman dan perumahan). “(yakni) sebagai kebutuhan pokok individu maupun kebutuhan pokok publik berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan,” jelasnya.

Hal ini ia sebut menuntut keberadaan Institusi politik Islam (Khilafah) tegak kembali sebagai satu-satunya metode pelaksana paradigma dan syariat Islam yang Allah Swt. wajibkan.

“Sungguh, kembali diaturnya kehidupan pada pangkuan Islam adalah perkara urgen dan mendesak. Tidakkah kerusakan demi kerusakan mengetuk hati kita untuk kembali pada-Nya?” tanyanya mengakhiri penuturan. [MNews/IA]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *