Rupiah Melemah, Ekonomi Indonesia Payah

Rupiah Melemah, Ekonomi Indonesia Payah

Penulis: Chusnatul Jannah

Muslimah News, OPINI — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah seiring meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran di Timur Tengah. Apabila konflik berlarut-larut, sejumlah pakar khawatir akan muncul dampak berantai yang dapat mengguncang ekonomi Indonesia.

Kurs rupiah per dolar AS berkisar di atas Rp16.000 pada pekan ketiga April. Ini terakhir kali terjadi empat tahun silam, di awal merebaknya pandemi Covid-19. Menurut peneliti makroekonomi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Teuku Riefky mengatakan pelemahan rupiah dikhawatirkan membuat harga barang-barang impor melonjak, termasuk bahan baku industri, serta memicu inflasi yang akhirnya melemahkan daya beli masyarakat. (BBC Indonesia, 21-4-2024).

Dihajar pandemi empat tahun lalu, rupiah melemah, ekonomi Indonesia kalang kabut. Terdampak konflik global, rupiah melemah lagi, ekonomi Indonesia mengalami kepayahan. Bagaimana dampaknya ke masyarakat?

Faktor Pelemahan Rupiah

Melemahnya rupiah terhadap nilai tukar dolar AS adalah bentuk konfirmasi bahwa dunia saat ini sedang dalam genggaman imperialisme AS. Meski ada faktor lainnya yang menyebabkan rupiah melemah. Melansir dari BBC Indonesia (21-4-2024), pelemahan rupiah disebabkan sejumlah faktor, di antaranya sebagai berikut.

Pertama, menurut kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede, The Fed atau bank sentral AS diperkirakan akan lebih lama mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi untuk meredam laju inflasi AS. Selama suku bunga The Fed masih tinggi, investor global akan lebih tertarik menaruh uangnya di pasar AS sehingga memicu arus keluar modal asing dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Kedua, konflik Israel-Iran di Timur Tengah yang kian memanas. Iran menggempur Israel dengan lebih dari 300 rudal dan drone pada Sabtu (13-4-2024) sebagai balasan atas serangan Israel ke Konsulat Iran di Damaskus dua minggu sebelumnya. Konflik Israel-Iran dikhawatirkan mengganggu rantai pasok minyak global, terutama apabila Iran memutuskan memblokade Selat Hormuz yang kerap disebut sebagai jalur pengiriman minyak terpenting di dunia.

Jika itu terjadi, pasokan minyak akan terganggu sehingga harga meroket. Investor menganggap Indonesia berisiko karena statusnya sebagai negara pengimpor minyak. Pada akhirnya, Indonesia akan membutuhkan pengeluaran lebih banyak untuk mengimpor minyak dan neraca perdagangan bisa mengalami defisit. Maksudnya, nilai transaksi impor lebih besar daripada ekspor. Dari sinilah akan muncul tekanan yang dapat melemahkan rupiah lebih jauh lagi.

Dari kedua faktor tersebut, yang paling berpengaruh sebenarnya ialah dominasi mata uang dolar AS sebagai mata uang internasional yang mengontrol nilai tukar mata uang negara selainnya. Tidak hanya rupiah yang melemah, jika bank sentral Amerika menaikkan suku bunganya, pasti berimbas pula ke mata uang negara lainnya. Dalam hal ini, AS adalah pengendali mata uang internasional.

Saat ini, dolar AS mendominasi transaksi global. Kekuatan dolar AS memiliki dampak ekonomi , yakni menjadikan AS mampu memberi sanksi secara ekonomi dan finansial kepada negara yang disasar. Mereka juga mampu meminggirkan negara-negara lain dari perdagangan dengan negara yang disasar. Dengan kata lain, eksistensi AS sebagai pengemban ideologi kapitalisme dan dominasi dolarnya sangat memengaruhi kondisi ekonomi global.

Dampak

Ketika nilai tukar rupiah melemah, jelas berdampak besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Tersebab mata uang kertas menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia, mau tidak mau masyarakat pasti terkena dampaknya. Apa saja dampak tersebut?

Pertama, sebagai negara yang hampir 90% mengimpor bahan baku untuk aktivitas dalam negeri, Indonesia harus merogoh kocek lebih dalam jika melakukan impor di tengah nilai tukar rupiah yang kian melemah. Hal ini akan berpengaruh pada melonjaknya  biaya produksi dan logistik para pengusaha makanan dan minuman yang sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku impor. Dengan kata lain, harga barang-barang yang sampai pada konsumen pasti juga mengalami kenaikan.

Kedua, Jika harga minyak dunia naik, maka ini akan berdampak pada ongkos produksi produk energi seperti BBM dan LPG. Hal ini akan diikuti dengan kenaikan produk-produk lain, karena BBM dan LPG sebagai sumber energi primer untuk produk lain.

Indonesia sebagai pengimpor minyak mentah, BBM serta LPG, produksinya saat ini hanya berkisar di angka 670 ribu barel oil per day (BOPD). Sedangkan konsumsinya mencapai 1,3 juta BOPD dan impor LPG sebanyak 65% dari konsumsi nasional akan meningkatkan defisit neraca perdagangan. Makin tinggi terjadinya defisit neraca perdagangan, bisa menyebabkan terdepresiasinya nilai mata uang rupiah terhadap dolar dan memicu kenaikan inflasi.

Ketiga, inflasi yang cukup besar akan mendorong penurunan daya beli masyarakat. Menjaga daya beli masyarakat merupakan perkara penting. Ini karena setengah dari perekonomian Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga yang mana pengeluaran atas barang dan jasa bertujuan untuk konsumsi. Jika daya beli masyarakat menurun, kegiatan ekonomi bisa mandek. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi akan melambat.

Jika hal ini terjadi, biasanya solusi pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat adalah dengan penyaluran bansos, pemberian subsidi BBM atau penetapan harga BBM di bawah harga pasar, dan bantuan sosial yang serupa yang dapat menggerakkan perekonomian rakyat. Kondisi ini akan terus terjadi secara siklik jika ketergantungan Indonesia terhadap impor terus berlangsung dan dominasi dolar AS sebagai mata uang internasional masih berlanjut.

Di sisi lain, penggunaan fiat money (uang kertas) sebagai alat pembayaran yang sah sejatinya sangat rentan terhadap inflasi, sehingga nilainya akan terus turun. Hal ini karena fiat money sekarang tidak mengharuskan adanya cadangan fisik, seperti emas dan perak.

Keunggulan Sistem Mata Uang Berbasis Emas

Islam menetapkan sistem mata uang berbasis emas. Sistem ini lebih stabil dan adil sehingga dari aspek ekonomi akan aman dan jauh dari krisis. Emas dan perak sudah lama dipakai sebagai sistem mata uang sejak masa Rasulullah ﷺ. Emas dan perak adalah mata uang paling stabil yang pernah ada. Sejak masa awal Islam hingga hari ini, nilai mata uang Islam dwilogam itu tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif.

Sebagai contoh, seekor kambing pada masa Nabi ﷺ harganya adalah 1 dinar, atau yang besar seharga 2 dinar. Hari ini, atau 1.400 tahun kemudian, harga kambing kurang lebih masih sama, yaitu 1 atau 2 dinar. Seekor ayam pada masa Nabi ﷺ harganya 1 dirham. Hari ini, 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih sama, yaitu 1 dirham. Dengan demikian selama 1400 tahun, harga kambing dan ayam inflasinya adalah nol.

Oleh karenanya, tidak berlebihan jika kita katakan sistem mata uang emas dan perak sangat tahan terhadap krisis dan inflasi. Pakar ekonomi syariah Dwi Condro Triono menjelaskan bahwa dalam sistem Islam, segala sesuatu yang akan digunakan sebagai mata uang, harus memenuhi tiga syarat.

Pertama, mata uang tersebut harus dapat digunakan sebagai dasar untuk menilai suatu barang dan jasa, yaitu sebagai penentu harga dan upah. Kedua, dikeluarkan oleh otoritas yang bertanggung jawab menerbitkan mata uang tersebut dan ini bukan badan yang tidak diketahui keberadaannya (majhûl). Ketiga, mata uang tersebut harus tersebar luas dan mudah diakses oleh masyarakat luas dan tidak eksklusif hanya untuk sekelompok orang tertentu saja.

Jika emas digunakan sebagai mata uang resmi oleh negara, ketiga syarat tersebut akan terpenuhi dan bukan sekadar menjadi komoditas biasa. Jika Khilafah menggunakan mata uang emas, negara ini akan memiliki kekuatan ekonomi. Ini karena mata uang emas tidak akan bisa dipermainkan atau terombang-ambing nilai tukarnya oleh mata uang kertas mana pun, sekuat apa pun mata uang kertas tersebut. Sebaliknya, justru seluruh mata uang kertas dunia akan menstandarkan nilai tukarnya pada mata uang emas ini. Semua mata uang kertas dunia akan bertekuk lutut pada mata uang emas ini.

Dengan penggunaan sistem mata uang emas yang diterapkan oleh negara Khilafah, ekonomi rakyat akan berjalan stabil. Kehidupan masyarakat juga akan tenang tanpa merasa was-was dengan krisis ekonomi, resesi, atau pelemahan nilai tukar mata uang.

Khatimah

Kondisi melemahnya rupiah akan terus berulang selama negeri ini menerapkan ideologi kapitalisme yang mana sistem ekonominya berbasis ribawi dan fiat money. Sedangkan jika menerapkan sistem Islam, kondisi perekonomian akan lebih stabil dan kuat karena ditopang sistem ekonomi Islam berbasis emas dan perak yang memiliki beragam keunggulan, baik dari aspek bahannya, jangka waktu penggunaannya, dan nilainya. [MNews/Gz]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *