[Sur’atul Badihah] Cara Mewujudkan Sur’atul Badihah (Bagian 4/4)

[Sur’atul Badihah] Cara Mewujudkan Sur’atul Badihah (Bagian 4/4)

Penulis: Syekh Taqiyuddin an-Nabhani

Sambungan dari Bagian 3/4

Muslimah News, FIKRUL ISLAM — Sesungguhnya suatu umat seperti umat Islam, jika mampu untuk mentransfer ide menjadi pemikiran politik, sesungguhnya fakta-fakta yang terjadi sehari-hari jika umat ini mampu untuk mengaitkannya dengan hal yang lahir dari akidahnya maka umat ini memiliki sur’atul badihah. Jadi masalah sebenarnya ada pada sur’atul badihah, meskipun secara lahir berkaitan dengan sur’atul idrak terhadap fakta yaitu mewujudkan sur’atul mulahadhah. Akan tetapi, sebelum dan sesudah hal itu berkaitan dengan transfer ide dan hukum-hukum syarak menjadi pemikiran-pemikiran politik. Oleh karena itu kita menghargai apa yang dinamakan dengan sur’atul mulahadhah atau sur’atul idrak terhadap fakta dan apa-apa yang menunjukkannya, dan kami memfokuskan perhatian kami seluruhnya kepada mentransfer ide-ide Islam dan hukum-hukum syarak kepada pemikiran-pemikiran politik.

Oleh karena itu, sesungguhnya mewujudkan sur’atul badihah di dalam diri umat atau di dalam diri individu-individu tiada lain yang pertama dilakukan sebelum segala sesuatu yang lainnya dengan menjadikan pendapat yang islami sebagai pendapat politik. Kemudian setelah itu akan terwujud sur’atul badihah. Dengan demikian, sur’atul badihah harus diwujudkan dan perwujudannya ini harus dengan asas Islam. Pertama kali adalah pendapat yang islami, kemudian menjadikannya pendapat politik. Setelah itu akan terwujud sur’atul badihah.

Misalnya memerangi orang-orang kafir karena mereka adalah orang-orang kafir adalah masalah-masalah yang badihiy, adalah hukum syarak dan mengambil jizyah dari mereka menghalangi peperangan, maka diambil jizyah karena yang dikehendaki perdamaian. Pengambilan jizyah karena mereka adalah orang-orang kafir yang menghendaki perdamaian dan memerangi mereka karena mereka adalah orang-orang kafir yang menghendaki perang, maka memerangi mereka karena mereka orang-orang kafir dan mengambil jizyah karena mereka orang-orang kafir yang menghendaki perdamaian.

Di sini ada pendapat yang islami yang ingin diubah menjadi pendapat politik, bukan pendapat fikih. Setelah itu dipahami kapan mereka diperangi, dan kapan berdamai dengan mereka, dan ketika itu harus ada sur’atul badihah untuk mengetahui keadaan mereka.

Sur’atul badihah sangat penting untuk mengetahui keadaan mereka dan hal ini dapat diketahui melalui aktivitas-aktivitas mereka atau melalui perkataan-perkataan mereka. Dengan demikian, pendapat yang ada adalah pendapat yang islami dahulu, kemudian diubah menjadi pendapat politik, kemudian pelaksanaan sur’atul badihah.

Oleh karenanya, sur’atul badihah sangat penting, tetapi dengan asas Islam, yaitu dengan asas hukum-hukum syarak. Adapun selain itu, meskipun dapat merupakan sur’atul badihah, kita tidak menerimanya, kita tidak sibuk berusaha untuknya, dan kita hanya menerima saja pendapat yang islami. Selainnya kita tidak menerimanya dan tidak sibuk untuk mengusahakannya.

Adapun pendapat yang islami merupakan asas dan sur’atul badihah merupakan suatu keharusan bagi pendapat yang islami sampai-sampai peristiwa dilihatnya bensin di jalanan dihasilkan sur’atul badihah dari pemahaman bahwa itu adalah bensin, tetapi bahaya atau gambaran bahaya datang dari pendapat yang islami karena Allah telah mencegah bahaya. Ketika kita lari dari bahaya maka kita tiada lain lari berdasarkan hukum syarak dan kita tidak lari karena hanya selamat, demikian juga contoh-contoh yang lainnya. Jadi, pendapat yang islami dulu dan sebelum yang lainnya, kemudian setelah itu datang sur’atul badihah.

Tamat. [MNews/Rgl]

Sumber artikel: Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Sur’atul Badihah (Berpikir Cepat dan Produktif)

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *