[Kabar] Pemecatan Nakes, Pengamat: Kegagalan Kapitalisme dan Rapuhnya Sistem kesehatan

[Kabar] Pemecatan Nakes, Pengamat: Kegagalan Kapitalisme dan Rapuhnya Sistem kesehatan

Muslimah News, NASIONAL — Sebanyak 249 tenaga kesehatan (nakes) nonaparatur sipil negara (non-ASN) dipecat oleh Bupati Manggarai NTT Herybertus GL Nabit usai demonstrasi penyampaian aspirasi yang dilakukan ratusan nakes itu.

Pada Rabu (14-2-2024), sekitar 300 nakes non-ASN menyambangi Kantor Bupati Manggarai menuntut SPK diperpanjang dan kenaikan gaji agar setara upah minimum kabupaten (UMK). Mereka juga menuntut kenaikan tambahan penghasilan (tamasil) dan penambahan kuota seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024.

Tuntutan tersebut didasari pada kenyataan para nakes non-ASN selama ini hanya mendapat upah Rp400 ribu—Rp600 ribu per bulan. Para nakes menilai upah itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Kegagalan Kapitalisme

Hal tersebut mendapat tanggapan dari pengamat politik kesehatan dan kebijakan publik Dr. Rini Syafri. “Kejadian di atas merupakan puncak gunung es fenomena kegagalan konsep kapitalisme tentang kesehatan dan rapuhnya sistem kesehatan, yakni ketika kesehatan dipandang sebagai persoalan ekonomi dan objek industrialisasi,” tuturnya kepada MNews, Jumat (19-4-2024).

Hal itu menurutnya sebagaimana ditunjukkan konsep sistem kesehatan kapitalisme atau building blocks of health system yang dirumuskan WHO selaku otoritas kesehatan global kapitalisme, khususnya pada penggunaan terminologi health workforce yang tidak jarang dalam operasionalnya diartikan sebagai pekerja kesehatan.

“Artinya, dalam pandangan kapitalisme, dokter, bidan, dan perawat, adalah buruh atau pekerja pada umumnya. Mereka adalah mesin penggerak industrialisasi kesehatan,” urainya.

Ia menambahkan, hal itu lalu diperparah konsep politik kekuasaan kapitalisme reinventing government, yakni relasi negara dan rakyat dijiwai spirit bisnis sehingga fasilitas kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit pemerintah harus dikelola di atas prinsip bisnis.

“Berwujud BLU atau BLUD dengan anggaran berbasis kinerja. Sementara itu, pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan skema bisnis asuransi kesehatan wajib, Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh institusi finansial kapitalisme BPJS Kesehatan. Konsekuensinya, kinerja nakes diukur dari cuan yang dihasilkan, bukan sejauh mana hak kesehatan publik terpenuhi,” kritiknya.

Tidak hanya itu, lanjutnya, desentralisasi kekuasaan yang sekilas menyolusi persoalan dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menggaji nakes sesuai kondisi keuangan daerah, justru berakibat sebaliknya.

“Kemuliaan nakes berada di titik nadir, di tengah harga pelayanan kesehatan yang terus melangit dan makin terampasnya hak publik terhadap kesehatan,” ujarnya miris.

Ia pun mengemukakan prihatin karena industrialisasi kesehatan menjadi agenda prioritas pemerintah, berupa agenda transformasi kesehatan yang hakikatnya adalah percepatan target-target dalam industrialisasi kesehatan.

“Mirisnya lagi, negara justru bangga dengan berbagai capaian berbahaya ini. Inilah konsekuensi logis ketika dedikasi negara bagi kapitalisme. Jelas ini kelalaian yang harus diakhiri,” tukasnya.

Solusi dari Sang Pencipta

Menurut Rini, kesehatan adalah persoalan insan yang membutuhkan solusi dari Sang Pencipta insan itu sendiri, yakni Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam pandangan Islam kesehatan adalah kebutuhan pokok publik yang wajib dijamin negara secara langsung melalui fungsinya sebagai raa’in (pengurus persoalan umat) dan junnah (pelindung publik) dari segala perkara yang akan membahayakan hak-hak mereka terhadap pelayanan kesehatan.

“Sistem kesehatan Islam dengan politik kesehatannya yang merupakan bagian integral dari sistem kehidupan Islam, menjadikan sistem kesehatan steril dari aspek bisnis dan industrialisasi,” bebernya.

Ia menjelaskan, kinerja dokter, perawat, dan bidan sebagai ujung tombak terlaksananya fungsi negara yang sangat penting itu, dinilai dari sejauh mana kinerja mereka menjalankan secara teknis fungsi negara, yaitu memberikan pelayanan kesehatan gratis dan berkualitas tanpa diskriminasi.

“Sehubungan dengan itu, fasilitas kesehatan khususnya milik pemerintah akan dikelola di atas prinsip pelayanan penuh dengan anggaran bersifat mutlak berbasis baitulmal,” jelasnya.

Selain itu, penerapan sentralisasi kekuasaan meniscayakan negara memiliki kewenangan yang memadai untuk penyelesaian berbagai persoalan politik kesehatan. Ia mencontohkan, seperti masalah anggaran dan penyelenggaraan sistem pendidikan bagi para calon nakes.

“Sementara itu, desentralisasi administrasi yang mengacu pada prinsip kesederhanaan administrasi, kecepatan dalam pelaksanaan, dilakukan oleh personal yang kapabel, termasuk nakes yang berkualitas terbaik meniscayakan persoalan-persoalan teknis segera terselesaikan,” ujarnya meyakinkan.

Termasuk persoalan kebutuhan terhadap jumlah dan kualitas nakes dan jaminan kesejahteraannya, lanjutnya, sehingga idealisme dan dedikasi mereka terjaga bagi terwujudnya tanggung jawab negara yang hadir dengan visi dan misinya yang mulia. “Pada titik ini nakes akan menemukan kembali jati diri dan kemuliaannya,” imbuhnya.

Di sisi lain, ucapnya, pelaksanaan sistem kehidupan Islam khususnya sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam kafah, tidak saja meniscayakan terwujudnya kesejahteraan hidup bagi nakes akan tetapi bagi seluruh masyarakat.

Kehadiran negara dengan fungsinya yang sahih ini menurutnya akan bersungguh-sungguh mewujudkan tujuan dari keberadaan masyarakat Islam. Alhasil, kesejahteraan yang sesungguhnya dapat dirasakan oleh setiap insan karena terpenuhinya kebutuhan hidup mereka. Tidak saja kebutuhan fisik, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, dan layanan kesehatan, tetapi juga kebutuhan nonfisik.

“Terwujudnya hal ini adalah suatu keniscayaan seiring hadirnya nilai-nilai materi, spiritual, moral, dan kemanusian secara serasi sebagai buah penerapan Islam kafah dalam bingkai Khilafah,” pungkasnya. [MNews/IA]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *