Belenggu Impor Premiks Fortifikan Terigu

Belenggu Impor Premiks Fortifikan Terigu

Penulis: Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.

Muslimah News, OPINI — Ketua Umum Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Franciscus (Franky) Welirang menyebut aturan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dapat mengancam ketersediaan stok tepung terigu nasional.

Ia menjelaskan, Permendag itu menetapkan bahwa impor premiks fortifikan yang semula hanya dengan Laporan Surveyor (LS), kini menjadi harus dengan Persetujuan Impor (PI) dan LS. Ketentuan baru itu, ujarnya, mengganggu penyediaan premiks fortifikan yang dibutuhkan untuk memproduksi tepung terigu.

Sebagai informasi, premiks fortifikan adalah fortifikasi tepung terigu, yakni berupa penambahan zat gizi mikro, seperti zat besi (Fe), zink (Zn), asam folat, vitamin B1, dan vitamin B2. Bahan ini dibutuhkan untuk memproduksi tepung terigu yang sesuai aturan Standar Nasional Indonesia (SNI). (CNBC Indonesia, 17-4-2024).

Terigu Terancam Langka

Permenperin 1/2021 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan secara Wajib ditetapkan untuk produksi tepung terigu (HS 1101.00.11 dan Ex. 1101.00.19) wajib memenuhi SNI 3751:2018. Sebenarnya, SNI ini sudah mengalami dua kali perubahan dengan SNI 3751:2009 menjadi SNI 3751:2018. SNI tepung terigu awalnya diberlakukan lewat Permenperin 49/2008 yang menetapkan SNI 01-3751-2006 wajib berlaku.

Berdasarkan data, produksi industri terigu nasional pada 2023 sekitar 6,8 juta metrik ton tepung terigu atau setara 8,7 juta metrik ton gandum. Angka ini sama dengan kebutuhan tepung terigu di kisaran 550 ribu—600 ribu metrik ton per bulan untuk diolah menjadi berbagai jenis makanan. Sementara itu, kebutuhan akan premiks fortifikan (HS 2106.90.73) ada sekitar 1.500—1.800 metrik ton per tahun.

Untuk kita ketahui, salah satu syarat mutu tepung terigu yang sesuai SNI adalah tepung terigu wajib fortifikasi, yaitu menambahkan vitamin dan mineral. Dalam hal ini, premiks fortifikan untuk tepung terigu yang digunakan adalah zat gizi mikro seperti zat besi (Fe), zink (Zn), asam folat, vitamin B1 dan vitamin B2.

Realitasnya, saat ini ketersediaan Premiks Fortifikan dari setiap produsen anggota industri terigu nasional hanya cukup untuk bulan April-Juni 2024. Jika belum ada solusi pengadaan Premiks Fortifikan sampai dengan bulan April ini, hampir bisa dipastikan pasokan tepung terigu nasional akan berkurang lebih dari 50%.

Dampaknya, akan terjadi kelangkaan tepung terigu, bahkan kenaikan harga tepung terigu di pasaran. Pihak yang akan terdampak paling buruk tentu saja sektor usaha kecil di masyarakat. Terdapat jutaan UKM yang bergerak di bidang usaha makanan berbasis tepung terigu. Namun, dengan adanya aturan baru terkait impor premiks fortifikan ini, tentu bisa mengganggu rantai pasok tepung terigu secara nasional, bahkan sektor usaha UKM.

Permendag 36/2023

Tidak pelak, para pengusaha terigu berharap pemerintah segera meninjau ulang aturan Permendag 36/2023 tentang pengadaan premiks fortifikan. Menurut mereka, pemerintah harus dan perlu segera membuatkan aturan baru atau pengecualian khusus terkait impor premiks fortifikan untuk tepung terigu karena stok sudah sangat menipis, bahkan ada yang sudah habis April ini.

Mereka juga menegaskan agar pemerintah jangan sampai melanggar sendiri aturan yang dibuatnya, yakni Aturan Wajib Fortifikasi SNI. Pasalnya, mereka juga tidak mungkin memasarkan tepung terigu ke masyarakat tanpa adanya kandungan premiks fortifikasi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani turut menyebut kebijakan larangan pembatasan impor—yang termaktub dalam Permendag 36/2023—itu masih kurang sosialisasi sehingga mengakibatkan banyak terjadi mispersepsi.

Memang benar, di satu sisi, Permendag tersebut adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi impor ilegal. Impor ilegal sangat buruk dan telah mengganggu industri garmen di dalam negeri. Namun di sisi lain, perizinan impor menjadi sulit karena Permendag tersebut. Ini karena impor masih dinilai sangat penting, terutama untuk bahan baku dan bahan penolong. Bagaimanapun, industri nasional saat ini masih banyak mengimpor bahan baku.

Rapuh

Mencermati hal ini, khususnya pada masa yang sudah mepet, impor premiks fortifikan terigu sesegera mungkin penting untuk dilakukan. Hanya saja, hal ini sekaligus PR besar bahwa ternyata industri terigu nasional kita rapuh akibat berbasis bahan baku impor. Apalagi terigu termasuk komoditas pangan strategis, baik itu untuk industri besar maupun kecil dan menengah. Akibat tersendatnya impor premiks fortifikan, potensi kelangkaan terigu yang berkualitas, jelas berpeluang besar untuk terjadi.

Demikian halnya dengan pemberlakuan Permendag tersebut, semestinya mempertimbangkan dampak jangka panjang karena nyatanya industri nasional kita tidak siap untuk produksi premiks fortifikan secara mandiri. Hal yang sama untuk industri terigu yang ternyata selama ini tidak menghasilkan tepung terigu yang secara alami sudah berkualitas tinggi. Untuk itu, pemberlakuan Permendag tersebut justru membuahkan kezaliman.

Bagaimanapun, terigu adalah salah satu bahan pangan. Keberadaannya termasuk ke dalam salah satu kebutuhan primer masyarakat, selain sandang dan papan. Oleh sebab itu, pengadaan terigu tentu membutuhkan jaminan berupa kebijakan yang kontinu. Kebijakan atasnya tidak semestinya begitu mudah direvisi/diganti. Begitu pula kebijakan impor yang terkait erat dengan bahan/produksi pangan, semestinya tidak menjadi bagian dari faktor produksi—alih-alih basis—di sektor pangan.

Negara Mandiri

Sejatinya, secara teknis, proses pembuatan premiks fortifikan tidaklah sulit. Hanya saja, kemampuan produksinya secara massal di dalam negeri ini tidak dibangkitkan sehingga negeri kita jadi ketergantungan impor.

Di sisi lain, penguasa juga tidak boleh abai dengan berbagai riset pangan beserta pengembangannya seputar tepung dan bahan-bahan yang menjadi sumber zat tepung, seperti beras, ketan, singkong, maupun jenis biji-bijian dan umbi-umbian lainnya. Keberadaan jenis tepung selain terigu ini bisa menjadi alternatif serta bentuk diversifikasi pangan, sehingga memperluas pilihan masyarakat sesuai kebutuhan mereka dalam konteks bahan pangan halal dan tayib.

Oleh karenanya, sungguh penting status sebagai negara mandiri pangan. Peristiwa kisruh terigu ini harusnya memberikan pelajaran besar adanya belenggu impor untuk sesuatu yang sifatnya asasi seperti pangan. Ketika impor menjadi basis dan kemudian tersendat, cepat atau lambat akan berbuah kebinasaan umat.

Hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah upaya penguasa untuk menghasilkan rekayasa genetika pada benih gandum—sebagai sumber tepung terigu—yang tahan akan perubahan iklim, khususnya iklim tropis, sekaligus berkualitas dan bernutrisi tinggi tanpa harus membutuhkan kandungan tambahan gizi berupa premiks fortifikan.

Namun, tabiat kapitalisme beserta seluruh turunan dan aturannya memang meniscayakan adanya sarat kepentingan. Kapitalisme melahirkan banyak pemimpin zalim sehingga kebijakan yang dihasilkannya pun menzalimi rakyat. Pada saat yang sama, mereka memimpin hanya untuk meraih kekuasaan, uang, dan fasilitas negara.

Khatimah

Semua itu sungguh berbanding terbalik dengan Islam, ideologi yang jika diterapkan akan membuahkan rahmat bagi seluruh alam. Islam juga sangat layak dan percaya diri mampu mengampu tegaknya negara mandiri. Islam adalah ideologi yang hak yang bersumber dari Allah Taala, dan berperan mengatur urusan kehidupan manusia seluruhnya dengan naungan sistem sahih, Khilafah.

Hendaklah kita merenungkan sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya akan datang di tengah-tengah kalian, para pemimpin sesudahku, mereka menasihati orang di forum-forum dengan penuh hikmah, tetapi jika mereka turun dari mimbar mereka berlaku culas, hati mereka lebih busuk daripada bangkai. Barang siapa yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kesewenang-wenangan mereka, maka aku bukan lagi golongan mereka dan mereka bukan golonganku, dan tidak akan dapat masuk telagaku. Barang siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka, dan tidak membantu kesewenang-wenangan mereka, maka ia termasuk golonganku dan aku termasuk golongan mereka, dan mereka akan datang ke telagaku.” (HR At-Thabrani). Wallahualam bissawab. [MNews/Gz]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *