[Kabar] Pengamat: Perang Mengakibatkan Penderitaan bagi Perempuan dan Anak

[Kabar] Pengamat: Perang Mengakibatkan Penderitaan bagi Perempuan dan Anak

Muslimah News, INTERNASIONAL — Sejak 15 April 2023, pertempuran antara Angkatan Bersenjata Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat telah mengakibatkan kematian sedikitnya 14.600 orang. Lebih dari 19 juta anak putus sekolah yang oleh UNICEF sebut sebagai krisis pengungsian anak terbesar di dunia dan telah menimbulkan banyak korban jiwa bagi perempuan dan anak perempuan.

Lebih miris lagi, di antara pengungsi tersebut, ada perempuan dan anak perempuan yang hamil karena pelecehan seksual. Bahkan, jumlah orang yang membutuhkan layanan kekerasan berbasis gender di Sudan mencapai 4,2 juta orang sejak dimulainya perang. Jumlah tersebut diperkirakan akan mencapai 6,9 juta pada 2024.

Menurut program PBB, upaya mewujudkan perdamaian membutuhkan partisipasi perempuan. Hanin Ahmed, seorang aktivis muda yang mendirikan program ruang gawat darurat di Kota Omdurman, berkomentar, “Sayangnya, perempuan sama sekali tidak dilibatkan dalam proses negosiasi mengenai akses kemanusiaan,” ujarnya.

Ia menyebut bahwa perempuan Sudan juga menghadapi tantangan kemanusiaan terburuk di dunia. “Kami telah melihat para peneliti mengatakan bahwa jika ada perempuan di meja perundingan, maka akan ada proses perdamaian yang lebih berkelanjutan,” katanya.

Namun, ia menyesalkan karena tidak ada yang memperhitungkan hal ini. “Tidak ada seorang pun yang tertarik untuk mengajak perempuan ke meja perundingan,” tandasnya.

UNICEF sendiri memperkirakan sedikitnya 17.000 anak-anak di Jalur Gaza Palestina hidup sendiri atau terpisah dari orang tuanya akibat perang. Sedangkan di Tanah Air, dua anak menjadi korban kontak senjata di Kampung Jogasiga, Desa Yokatapa, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah, Senin (8-4-2024). Kapolres Intan Jaya AKBP Afrizal Asri membenarkan kejadian tersebut.

Mengakibatkan Penderitaan

Menyoroti hal di atas, pengamat politik Fatma Sunardi menegaskan bahwa konflik dan perang telah mengakibatkan penderitaan.

“Konflik dan perang telah mengakibatkan penderitaan bagi semua. Perempuan, khususnya, mengalami berbagai hal, mulai kekerasan fisik, pelecehan dan kekerasan seksual, hingga harus kehilangan anak-anaknya,” ungkapnya kepada MNews, Kamis (18-4-2024).

Ia menambahkan, menurut data UN Women (Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan), pada 2022, ada lebih dari 600 juta perempuan dan anak perempuan tinggal di negara-negara yang terkena dampak konflik. Jumlah ini meningkat 50% sejak 2017.

“Kita harus mengatakan bahwa dunia makin tidak aman bagi perempuan dan anak-anak,” ujarnya miris.

Ia juga menyesalkan dunia seakan tidak peduli. Pasalnya, di tengah tuntutan kemanusiaan yang tinggi untuk membantu korban di daerah konflik, negara-negara di dunia justru meningkatkan belanja militer yang melebihi USD2,2 triliun pada 2022.

“Artinya, jangankan berupaya menyelesaikan konflik, mereka seakan makin bersiap untuk berkonflik. Teriakan perdamaian dan perlindungan akan keselamatan manusia telah diabaikan,” tuturnya kesal.

Dampak Besar

Dalam penilaiannya, dampak konflik pada perempuan dan anak-anak sungguh sangat besar sebab mereka adalah kelompok yang harus dilindungi karena merupakan masa depan dunia.

“Sayangnya, UN Women hanya menarasikan penderitaan perempuan di daerah konflik untuk menguatkan agenda hegemoni mereka, yakni penguatan HAM dan hak-hak perempuan,” kritiknya.

Resolusi DK PBB 1325 (2000) tentang women, peace, and security, lanjutnya, menjadi dalil akan peran perempuan dalam perdamaian dan keamanan. Ia menyebut bahwa Resolusi DK PBB ini telah menjadi kendaraan untuk menguatkan gender dan HAM melalui isu perempuan dan konflik.

“Mereka bernarasi perempuan punya hak asasi untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak pada mereka. Namun, keterlibatan perempuan dalam proses perdamaian juga merupakan keharusan strategis karena menambahkan perspektif yang lebih luas dapat menghasilkan perdamaian yang lebih berkelanjutan,” bebernya.

Secara fakta, ucapnya, narasi ini tidak menghasilkan apa-apa bagi perdamaian dunia. Hal ini, terangnya, karena perdamaian dunia sebenarnya hanya slogan untuk menutup realitas persaingan negara-negara adidaya dalam berebut pengaruh politik dan kekayaan alam.

“Perempuan harus sadar, bahkan di daerah konflik dan perang pun kondisi mereka telah dimanfaatkan untuk kepentingan hegemoni negara-negara besar dalam upaya konstruksi sosial versi kapitalisme dengan nilai-nilai HAM mereka,” tegasnya.

Ia menegaskan, ide perdamaian dan partisipasi perempuan dalam perdamaian hanya racun berbalut madu untuk menutupi dosa-dosa dan kerakusan negara-negara adidaya. Alhasil, konflik terus dipertahankan ada di negeri-negeri muslim yang kaya akan sumber daya alam.

Ia pun berharap pada perempuan, khususnya muslimah, untuk tidak percaya pada badan-badan internasional dan agenda mereka.

Pandangan Syariat

Ia pun meyakinkan bahwa perdamaian dan keamanan di negeri-negeri muslim hanya akan terwujud saat sistem Islam (Khilafah) tegak.

“Ini karena hanya Islam yang memiliki nilai perlindungan terhadap darah umat dan juga darah manusia secara keseluruhan,” jelasnya sembari mengutip firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah ayat 179, “Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian.”

Dalam Islam, lanjutnya, nyawa manusia begitu berharga sehingga manusia tidak memiliki hak untuk menghilangkan nyawa manusia lain dan hanya Allah yang berhak mengambil nyawa seseorang dengan syariat-Nya.

“Oleh karenanya, hakikat jihad adalah mencegah tersia-sianya nyawa manusia dalam peperangan tanpa aturan,” tegasnya.

Syariat jihad, sambungnya, menetapkan definisi, tujuan, dan tata cara peperangan yang bermartabat hingga menghindarkan dari kebrutalan perang karena hawa nafsu.

“Jihad adalah perang untuk menegakkan kalimat tauhid demi membebaskan manusia dari belenggu peradaban kufur yang merendahkan manusia,” jelasnya.

Syariat juga mengatur aktivitas perang, di antaranya melarang membunuh kaum perempuan dan anak-anak, sebagaimana termaktub dalam HR Bukhari No. 3015 dan Muslim No. 1744.

Ia kemudian menyampaikan hadis Rasulullah ﷺ berdasarkan HR Abu Dawud, “Pergilah kalian dengan nama Allah, dan atas agama Rasulullah, jangan kalian membunuh orang tua yang sudah tidak berdaya, anak kecil dan orang perempuan, dan janganlah kalian berkhianat, kumpulkan ganimah-ganimahmu, dan berbuatlah maslahat, serta berbuatlah yang baik, karena sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Ia menambahkan, syariat juga melarang membunuh para biarawan, membunuh yang tengah beribadah, ataupun menghancurkan bangunan dan fasilitas umum.

“Konflik dan peperangan yang terjadi hari ini adalah potret buruk peradaban kapitalisme yang penuh persaingan dengan mengorbankan perempuan dan anak-anak. Masihkah kita berharap pada kapitalisme?” tanyanya retorik. [MNews/IA]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *