[Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah] Teknik dan Sarana Pengajaran (Bagian 2/2)

[Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah] Teknik dan Sarana Pengajaran (Bagian 2/2)

Penulis: Abu Yasin

Sambungan dari Bagian 1/2

Muslimah News, FIKRUL ISLAM — Metode lainnya yang digunakan sebagai metode dalam proses berpikir oleh sebagian filsuf—terutama para filsuf Yunani kuno—adalah pembahasan secara mantik (logika). Mantik bukan termasuk metode berpikir dan tidak bisa meningkat hingga ke posisi metode ilmiah. Mantik merupakan uslub dari metode akliah (membangun pemikiran di atas suatu pemikiran untuk mendapatkan kesimpulan). Mantik merupakan uslub yang kompleks, berpotensi salah, mengandung rekayasa (simulasi), dan penyesatan. Walaupun metode tersebut digunakan, hasilnya tetap harus tunduk pada metode akliah.

Bagi para penyusun kurikulum dan para pengajar, ketika mereka mengusulkan sarana dan teknik mengajar untuk seluruh materi, hendaknya memperhatikan konsep-konsep sebagai berikut:

1. Sarana dan uslub bersifat tidak tetap. Oleh karenanya, para pengajar hendaknya kreatif dalam menciptakan sarana dan uslub yang efektif agar para siswa memahami pemikiran-pemikiran yang telah ditetapkan. Hendaknya memperhatikan kondisi para siswa dan perbedaan individual di antara mereka.

2. Alat indra (pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman, dan rasa) merupakan unsur utama dari unsur-unsur dalam proses berpikir. Dengan alat indra tersebut, fakta yang dicerap akan ditransfer ke otak. Bagi para pengajar hendaknya mendorong para siswa untuk sedapat mungkin menggunakan sebagian besar alat indra mereka dalam mencerap fakta yang menjadi objek belajar (berpikir). Apabila fakta tersebut ada pada saat itu maka para siswa telah merasakannya saat belajar. Namun, jika faktanya tidak ada pada saat itu, hendaknya fakta tersebut digambarkan ke dalam benak para siswa dengan uslub dan sarana yang tersedia sehingga tergambar di benak mereka seakan-akan mereka merasakannya. Ini karena pengindraan atas fakta merupakan unsur penting dalam proses berpikir. Apabila alat indra yang digunakan lebih banyak dalam mencerap suatu fakta dan lebih mendalam pengindraannya maka kesimpulan atas fakta tersebut dan atas karakteristiknya jauh lebih akurat.

3. Memperhatikan penggunaan bahasa kepada para siswa, baik dalam penulisan kurikulum maupun dalam menyampaikan pemikiran

4. Memperhatikan karakteristik pemahaman manusia. Oleh karena itu, penjelasan dimulai dari bentuk global terlebih dahulu sebelum menjelaskan detailnya, terutama bagi para siswa yang berumur antara enam sampai sepuluh tahun. Selain itu harus diperhatikan beberapa hal:

– Hendaknya para siswa mempelajari kata-kata yang menunjukkan pada suatu makna terlebih dahulu sebelum mereka mempelajari huruf-hurufnya. Setelah memahami kata yang menunjukkan suatu fakta tertentu, barulah dimulai menganalisis kata yang merupakan penjelasan huruf-huruf dan suku kata yang menyusun kata tersebut. Dilanjutkan dengan penyusunan kata, yaitu dengan menyusun kata-kata baru dari huruf-huruf yang diketahuinya. Kemudian menyusun kalimat- kalimat baru dari kata-kata yang sudah diketahuinya. Dengan demikian dua metode belajar bahasa telah digabungkan: yaitu metode penyusunan huruf (harfiyah) dan metode penyusunan kalimat (jumaliyah).

– Hendaknya para siswa mempelajari sifat-sifat lahiriah dari suatu benda terlebih dahulu sebelum mempelajari kandungan dan karakteristik detailnya.

– Hendaknya para siswa mempelajari riwayat seseorang secara global terlebih dahulu sebelum mempelajari detail kehidupan dan aktivitas dari orang tersebut.

– Hendaknya para siswa mempelajari makna umum dan pemikiran mendasar pada suatu teks (nas) terlebih dahulu sebelum mempelajari bagian-bagian dan cabang-cabangnya. [MNews/Rgl]

Sumber: Abu Yasin, Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah (Strategi Pendidikan Negara Khilafah).

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *