Mudik Berujung Maut, Negara Abai terhadap Keselamatan Rakyat

Penulis: Iin Eka Setiawati

Muslimah News, FOKUS — Tradisi mudik Lebaran sudah sangat melekat pada diri masyarakat Indonesia. Ketika seseorang merantau, mengadu nasib di perantauan, lalu dapat merayakan Lebaran di kampung halaman bersama keluarga, timbul kepuasan batin tersendiri yang tidak didapatkan jika merayakannya bukan di kampung halaman. Kepuasan batin ini kemudian menyebabkan umat muslim selalu berbondong-bondong mudik saat Lebaran tiba agar dapat merayakan Lebaran di tanah kelahiran.

Namun, momen indah mudik Lebaran menjadi kelabu pada saat mudik berujung maut. Seharusnya pemudik bergembira, justru berakhir duka. Miris ketika kita menyaksikan setiap tahun pada masa mudik Lebaran, selalu ada insiden kecelakaan yang merenggut nyawa para pemudik.

Tahun ini, Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen. Pol. Aan Suhanan menyebutkan angka kecelakaan saat arus mudik dan arus balik mencapai 3.286 kasus kecelakaan. Kasus meninggal dunia akibat kecelakaan 469. Sedangkan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sudah memerintahkan agar koordinasi pihak terkait pelaksanaan angkutan Lebaran 2024 dilakukan intensif dengan menjadikan faktor keselamatan sebagai prioritas utama.[1]

Nyatanya, keselamatan di perjalanan mudik masih menjadi ilusi yang tidak pernah terealisasi. Ini karena kecelakaan yang merenggut satu nyawa saja tidak bisa dianggap persoalan sepele, apalagi hingga ratusan meninggal dunia akibat kecelakaan pada masa mudik Lebaran. Jelas, abainya negara terhadap keselamatan rakyat menjadi suatu hal yang terang.

Oleh karenanya, harus ada solusi yang dapat menuntaskan persoalan mudik ini agar tidak berujung maut.

Mudik Berujung Maut Berlanjut

Periode mudik Lebaran 2024 telah usai. Pemerintah pun mengeklaim berbagai program untuk menyukseskan Mudik 2024 dinilai berhasil. Sementara itu, jumlah pemudik tahun ini merupakan yang terbesar dalam empat tahun terakhir atau sejak masa pandemi 2020 berlalu.

Pemerintah mengeklaim berhasil menurunkan angka kecelakaan hingga 8% selama operasi ketupat. “Tahun lalu ada 3.561 kasus kecelakaan, kemudian tahun ini turun 8% (atau) 3.286 kasus,” kata Irjen Pol. Aan dalam penutupan Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024, Jumat (19-4-2024).

“Untuk tingkat fatalitas turun 12% dari 534 kasus meninggal dunia, tahun ini 469 kasus, kemudian untuk luka berat ada kenaikan 37% dari tahun lalu 444 kasus menjadi 590 kasus,” ujarnya.[2]

Sejatinya, itu adalah klaim yang menganggap sepele meninggalnya seorang akibat kecelakaan. Korban jiwa yang masih ratusan itu dibanggakan sebagai “kesuksesan” program mudik yang dijalankan. Bukankah seharusnya tidak boleh ada korban jiwa satu pun dalam perjalanan mudik? Sungguh ini perilaku buruk yang hanya muncul dari sistem kehidupan yang juga buruk, yaitu sekularisme kapitalisme.

Mudik yang berujung maut ini nyatanya berlanjut dari tahun ke tahun. Keselamatan rakyat dipertaruhkan di perjalanan. Abainya negara terhadap keselamatan rakyat pun tidak ada perubahan hingga sekarang. Ini bukanlah kondisi normal yang diharapkan setiap orang.

Sementara itu, rakyat dipaksa untuk menerima keadaan yang tidak normal ini. Rakyat dipaksa menggunakan kendaraan atau moda transportasi seadanya, bukan kendaraan prima dengan kondisi pengemudi yang juga tidak prima. Alhasil, maut pun mengintai selama perjalanan mudik.

Akar Masalah

Selama ini, keselamatan rakyat di perjalanan, baik mudik Lebaran maupun di luar mudik Lebaran, seolah tidak menjadi perhatian pemerintah. Terlebih pada masa mudik, pergerakan masyarakat secara serentak telah membuat pemerintah kewalahan karena pemerintah tidak memiliki solusi jitu dalam menuntaskan problem keselamatan dalam bertransportasi. Selama ini pula pemerintah hanya mengambil langkah-langkah teknis tanpa menyentuh akar persoalannya.

Sering diungkapkan bahwa faktor penyebab kecelakaan lalu lintas adalah human error, sopir kelelahan, mengantuk, dan sebagainya. Namun, apabila ditelusuri lebih mendalam, penyebab yang diungkapkan tersebut hanyalah merupakan akibat. Adapun akar masalah sebenarnya adalah penerapan tata kelola transportasi yang berlandaskan pada sistem sekularisme kapitalisme.

Sistem sekularisme kapitalisme yang batil telah menjadikan negara tidak memiliki visi melayani (riayah). Alhasil, negara tidak mencari solusi tuntas atas masalah keselamatan rakyat selama perjalanan mudik yang telah banyak menelan korban jiwa manusia.

Ditambah konsep good governance yang lahir dari sistem sekuler ini, menghendaki negara melepaskan tanggung jawabnya melayani publik, khususnya menjamin keselamatan transportasi kepada publik. Konsep ini menghendaki negara hanya sebagai regulator pelayan korporasi, bukan melayani publik. Model negara semacam ini dapat dikatakan sebagai negara yang fungsinya telah mati. Konsep ini telah mengizinkan tata kelola transportasi diserahkan kepada operator/korporasi.

Sejatinya, pendirian korporasi hanyalah bertujuan meraih keuntungan materi semata. Adapun soal memberi jaminan keselamatan rakyat dalam bertransportasi, bukan merupakan tujuan korporasi. Yang penting bagi korporasi adalah memperoleh keuntungan, walau harus mengorbankan rakyat. Bisa dengan mempekerjakan sopir melebihi waktu normal yang mampu dilakukan sebagai manusia, pada saat yang sama membiarkan modanya tidak terawat, yang penting bisa jalan. Misalnya, tidak memperhatikan rem kendaraan yang fungsinya sudah tidak baik.

Masalah keselamatan penumpang bukanlah prioritas utama bagi korporasi, melainkan bisa meraih keuntungan yang besar dari penumpang. Tidak heran jika kecelakaan lalu lintas saat mudik Lebaran terus berlanjut sebab hal-hal yang seharusnya diperhatikan untuk keselamatan penumpang malah diabaikan.

Di sinilah tampak jelas korporasi tidak mampu menjamin keselamatan transportasi. Selama tata kelola transportasi diserahkan kepada korporasi, selama itu pula keselamatan transportasi bagi rakyat hanyalah ilusi!

Jaminan Keselamatan Transportasi Publik Hanya Ada dalam Khilafah

Khilafah yang merupakan negara penerap sistem Islam kafah memiliki kewenangan penuh dan bertanggung jawab langsung untuk memenuhi hajat rakyat, khususnya pemenuhan hajat transportasi publik. Visi riayah yang dimiliki Khilafah akan menjamin terealisasinya keselamatan transportasi publik, khususnya transportasi saat mudik Lebaran.

Dengan visi riayah ini, negaralah yang berhak melakukan tata kelola transportasi dan tidak menyerahkan tanggung jawab ini kepada operator. Apa pun alasannya, negara tidak dibenarkan berperan sebagai regulator yang hanya melayani operator. Rasul saw. bersabda, “Pemerintah adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari).

Khilafah sebagai penanggung jawab rakyatnya wajib menjamin keselamatan transportasi publik dengan menyediakan moda transportasi yang memadai dan menggunakan teknologi yang tercanggih. Jumlah moda transportasi publik harus tersedia sesuai kebutuhan masyarakat. Alhasil, seluruh rakyat yang ingin melaksanakan mudik Lebaran dapat mengaksesnya dengan mudah, murah, bahkan gratis.

Pengemudi moda yang andal dan dengan kondisi fisik yang prima juga disiapkan oleh negara dan bekerja secara manusiawi, tidak melebihi batas kemampuan fisiknya karena dapat membahayakan dirinya dan publik. Rakyat pun akan tercukupi dengan transportasi publik sehingga tidak harus menggunakan kendaraan pribadi.

Moda yang menggunakan teknologi terkini juga sangat dibutuhkan dalam menjamin keselamatan publik di perjalanan, seperti alat-alat navigasi yang berfungsi untuk menentukan posisi dan arah perjalanan.

Khilafah dengan kecanggihan teknologi yang dimilikinya juga dapat memberikan berbagai informasi mengenai keadaan prakiraan cuaca sehingga negara dapat menentukan suatu perjalanan dapat dilakukan atau ditunda untuk mencegah terjadinya dharar (kesulitan, penderitaan, kesengsaraan, dan hilang nyawa) akibat badai, hujan deras, dan sebagainya.

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)

Khilafah dengan visi riayah-nya akan membangun infrastruktur transportasi dan kelengkapannya sesuai kebutuhan masyarakat. Pembangunannya tidak diserahkan kepada swasta. Pembangunan jalan umum, misalnya, tidak diserahkan ke swasta dan tidak ada jalan umum yang berbayar, semua jalan umum gratis. Wewenang dan tanggung jawab sepenuhnya juga ada pada tangan pemerintah. Apa pun alasannya, tidak dibenarkan pembangunan infrastruktur menggunakan konsep KPS (kemitraan, pemerintah, dan swasta) berikut variannya, termasuk konsesi yang menyebabkan jalan bisa dikomersialkan.

Pengelolaan institusi moda transportasi publik wajib ditangani negara secara langsung dengan prinsip pelayanan. Apa pun alasannya, institusi moda transportasi publik—seperti PT KAI—tidak dibenarkan dikelola dengan prinsip untung rugi, yaitu berstatus BLU (badan layanan umum) atau PT.

Khilafah wajib menggunakan anggaran yang bersifat mutlak, yakni ada atau tidak kas negara yang diperuntukkan pembiayaan transportasi publik dan infrastruktur yang ketiadaannya berdampak dharar bagi masyarakat, wajib diadakan oleh negara). Salah satu sumbernya adalah harta milik umum. Tidak dibenarkan menggunakan anggaran berbasis kinerja.

Khilafah juga wajib mengelola kekayaannya secara benar (sesuai syariat Islam) sehingga berkemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab pentingnya melayani publik. Khilafah pun harus menjalankan sentralisasi kekuasaan. Tidak dibenarkan menjalankan desentralisasi kekuasaan, melainkan untuk teknis pelaksanaan bersifat desentralisasi.

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. ….”­ (HR Muslim).

Jika tata kelola transportasi negeri ini menerapkan tata kelola sebagaimana yang ada dalam sistem Khilafah, terwujudnya jaminan keselamatan transportasi saat mudik bukanlah ilusi, melainkan merupakan solusi atas berbagai permasalahan keselamatan transportasi dan tercegahnya mudik berujung maut.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96) [MNews/WAG-Gz]


[1] https://www.liputan6.com/bisnis/read/5576462/angka-kecelakaan-arus-mudik-dan-balik-Lebaran-2024-turun-8

[2] Ibid

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *