Veto atas Palestina, Bukti Nyata Keberpihakan Negara Adidaya

Veto atas Palestina, Bukti Nyata Keberpihakan Negara Adidaya

Penulis: Asy-Syifa Ummu Shiddiq

Muslimah News, OPINI — Amerika Serikat (AS) mengeluarkan veto dalam sidang Dewan Keamanan (DK) PBB pada Kamis (18-4-2024). Pada pertemuan itu, Palestina mendapatkan dukungan 12 negara, Inggris dan Swiss menjadi negara yang abstain. Namun, suara mayoritas tersebut kalah dengan satu suara AS yang menolak keanggotaan tetap Palestina di PBB.

Rapat itu terjadi setelah Palestina mengajukan permintaan kepada Sekjen PBB untuk menjadi anggota tetap PBB pada 2 April 2024. Ini merupakan upaya kedua setelah sebelumnya pada 2011 juga melakukan hal yang sama dengan hasil yang tidak berbeda.

Keputusan tersebut akhirnya menuai kecaman dari Palestina. Otoritas Palestina menyebut tindakan AS sebagai “agresi” yang membawa Timur Tengah pada “jurang yang dalam”. Lebih lanjut, veto yang dikeluarkan AS justru akan melanggengkan genosida yang ada di Palestina. (CNBC Indonesia, 14-4-2024).

Keberpihakan Adidaya

Negara Adidaya AS pada akhir Maret 2024 telah mengirim pasokan senjata dan bom ke Israel. The Washington Post dan Reuters melaporkan bahwa AS mengirim bantuan senjata 1.800 bom MK84 seberat 2.000 pon (sekitar 900 kg) dan 500 bom MK82 seberat 500 pon (sekitar 200 Kg), serta 25 jet tempur F35A. Selain itu, negara Paman Sam itu juga menyuplai USD3,8 miliar bantuan militer setiap tahun.

Israel diduga menggunakan bom MK82 untuk menyerang Palestina hingga menyebabkan ribuan korban jiwa. Anehnya, AS justru kembali mengirim bantuan militer setelah menyatakan kekhawatiran dan simpatinya terhadap Palestina. Hal yang diungkapkan AS sangat berbeda dengan kenyataan yang ada. (Detik News, 31-3-2024).

Dari peristiwa ini, kita kembali yakin bahwa AS adalah negara yang memihak Zion*s. Dunia internasional wajib menyadari bahwa dalam kasus Palestina, justru Israel yang menjadi penjajahnya. Masyarakat Palestina melakukan serangan karena berusaha mempertahankan tanahnya. Jadi, siapa saja yang mendukung mereka, sama saja menyetujui kejahatan terhadap Palestina.

Jangan Lupa Sejarah

Kita tentu tidak boleh lupa akan sejarah pendudukan Israel di Palestina. Para Zion*s berhasil masuk ke tanah para nabi atas dasar persetujuan PBB pada 1948. Inggris menjadi negara yang mendukung Israel masuk Palestina. Melalui keanggotaannya di DK PBB, Inggris mampu memengaruhi keputusan PBB untuk memberikan tanah Palestina kepada warga Yahudi.

Jauh sebelumnya, Theodore Herzl, seorang Zion*s, memiliki rencana membuat “Negara Israel” di tanah Palestina. Ia kemudian menemui Sultan Abdul Hamid II yang menjabat sebagai khalifah kala itu. Herzl meminta sebagian tanah Palestina untuk mewujudkan mimpinya. Namun, Sultan Abdul Hamid II dengan tegas menolaknya, bahkan menekankan bahwa Palestina milik kaum muslim sehingga wajib diperjuangkan hingga akhir.

Selama Khilafah eksis, Palestina tetap aman. Para Zion*s tidak mampu masuk ke tanah yang diberkati. Akan tetapi, setelah Khilafah runtuh pada 1924, Inggris dan sekutu pun masuk ke Palestina dan langsung menanamkan benih kekacauan di Timur Tengah, yaitu Zion*s.

Bukan untuk Islam

Harus diakui, negara adidaya saat ini adalah AS. Akan tetapi, lembaga perdamaian dunia PBB nyatanya sekadar menjadi alatnya untuk mengendalikan seluruh negara, termasuk keanggotaan DK PBB yang saat ini berjumlah 15 negara. DK PBB terdiri dari 5 anggota tetap dan 10 tidak tetap. Lima anggota tetaplah yang memiliki hak veto, yakni AS, Inggris, Prancis, Cina, dan Rusia.

Jadi, meskipun ada 12 negara menyetujui Palestina menjadi anggota PBB, apabila salah satu dari anggota tetap DK PBB ada yang tidak setuju, otomatis Palestina tidak akan diterima. Bukankah ini berarti yang menguasai keputusan di PBB hanyalah lima negara anggota tetap, terutama AS?

Selain itu, jika kita lihat kelima negara yang punya hak veto, semuanya adalah negara yang bisa dikatakan pernah memperlihatkan permusuhannya kepada Islam. Rusia, misalnya, meskipun menyatakan mendukung Palestina menjadi anggota PBB, pernyataannya seakan pepesan kosong karena semua keputusan tergantung AS.

Semua ini wajar terjadi. AS adalah negara pemimpin ideologi yang saat ini sedang menguasai dunia. Setelah PD II, AS berhasil mengalahkan hegemoni Blok Timur yang dipimpin Rusia dan Cina. Alhasil, selama posisi Adidaya dipegang AS dengan ideologi kapitalismenya, negara itu tidak akan membiarkan Islam berjaya sebagaimana Barat berhasil menghancurkan Khilafah.

Secara tidak langsung pun AS menyatakan bahwa mereka akan terus memberikan fasilitas kepada Israel agar bisa membuat huru-hara di Timur Tengah. Dengan ketakstabilan politik dan sekat-sekat antarbangsa, AS bisa mengontrol Timur Tengah. Selain itu, cara ini juga bisa dipakai untuk menghambat persatuan kaum muslim.

Meninggalkan Demokrasi dan Nasionalisme

Sejatinya, masalah Palestina muncul ketika negara-negara Islam berpecah belah. Setiap wilayah bangga dengan daerahnya masing-masing. Ikatan kesukuan dan wataniah (nasionalisme/kebangsaan) berhasil memisahkan kaum muslim. Akhirnya, mereka merasa cukup mengurusi masyarakatnya saja. Hal inilah yang membuat rakyat Palestina seakan berjuang sendiri.

Begitu pula solusi yang ditawarkan PBB, yakni menjadikan Israel dan Palestina menjadi dua negara. Ini tentu menjadi buah simalakama bagi AS. Di satu sisi, mereka mengajukan solusi dua negara, di sisi lain mereka malah mendukung Israel melakukan kejahatannya. Artinya, solusi dua negara sebenarnya hanya pemanis di bibir bagi AS dan sekutunya, juga sebagai skenario Barat untuk menanamkan nasionalisme agar negeri-negeri kaum muslim menganggap mereka berpihak Islam, padahal sejatinya hanya tipuan.

Oleh karenanya, selama negeri muslim tetap mengambil nasionalisme dan demokrasi, mereka akan terus menjadi negara pembebek Barat. Jika kita ingin Palestina bebas dari penjajahan, terlebih dahulu yang dilakukan adalah menyatukan negeri-negeri muslim dan menyadarkan umat untuk segera meninggalkan demokrasi dan nasionalisme.

Khatimah

Hegemoni negara Adidaya AS hanya dapat redup dengan munculnya negara adidaya baru. Negara baru ini juga punya ideologi yang bisa menandingi kapitalisme. Ialah Khilafah yang menjadikan Islam sebagai ideologinya. Khilafahlah yang akan melindungi seluruh negeri kaum muslim sebagaimana pernah dilakukan Sultan Abdul Hamid II dan para khalifah sebelumnya.

Jadi, seyogianya seluruh negeri kaum muslim sadar bahwa PBB bukanlah tempat untuk melindungi perdamaian dunia, apalagi untuk melindungi kaum muslim. Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan Palestina dan negeri muslim lainnya adalah bersatunya seluruh negeri muslim dalam bingkai Khilafah. Wallahualam. [MNews/Gz]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *