[Editorial] Agar Idulfitri Jadi Kemenangan Hakiki

[Editorial] Agar Idulfitri Jadi Kemenangan Hakiki

Muslimah News, EDITORIAL — Sebulan Ramadan benar-benar terasa secepat kilat. Bagi seorang mukmin, berakhirnya Ramadan pasti meninggalkan kesedihan tersendiri. Tidak ada bulan seistimewa Ramadan. Kesempatan memperoleh limpahan pahala sedemikian terbuka, berbagai karunia Allah pun begitu luar biasa. Belum tentu umur kita akan sampai pada Ramadan berikutnya.

Di sisi lain, hari raya pun tentu harus disambut dengan gembira karena Idulfitri adalah hari yang istimewa. Ada berbagai kebaikan yang Allah sediakan padanya. Wajar jika kaum muslim selalu menyambutnya dengan berbagai cara.

Berharap Takwa (?)

Bagi umat Islam, bulan Ramadan seperti kawah candradimuka. Ujung yang diharapkan adalah lahirnya pribadi-pribadi bertakwa. Pribadi-pribadi muslim yang siap tunduk patuh pada seluruh aturan Rabb-nya karena takut akan hisab-Nya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, “Hari raya itu bukan bagi orang yang memakai pakaian baru. Hari raya adalah bagi mereka yang takut terhadap hari pembalasan.”

Takwa yang diinginkan tentu bukan lip service saja. Melainkan perubahan nyata yang berpengaruh bukan hanya pada kehidupan personal, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Alhasil ibadah Ramadan semestinya melahirkan individu bertakwa sekaligus masyarakat yang juga bertakwa.

Namun, jika melihat fakta kondisi umat Islam hari ini, nyatanya belum beranjak dari sebelumnya. Ramadan ke Ramadan belum bisa mengubah apa-apa. Maksiat tetap merajalela, bahkan rasanya kian parah saja.

Pada masyarakat seperti ini, agama hanya boleh eksis di masjid atau saat Ramadan. Itu pun hanya ala kadarnya. Sementara itu, di luar Ramadan, hawa nafsu dan akal manusia justru menjadi kendalinya. Seakan-akan Ramadan ke Ramadan tidak ada bekasnya.

Inilah ironi Ramadan dan Idulfitri di negeri sekuler kapitalis, termasuk Indonesia. Negeri yang basa-basi menghormati bulan suci, tetapi membiarkan 11 bulan lainnya terkotori. Negeri yang mengaku merdeka atas berkah rahmat Allah Taala, tetapi menjadikan hukum Allah sebagai permainan dan olok-olokan saja.

Berharap Menang (?)

Idulfitri pun dikenal sebagai hari kemenangan. Alasannya, selama sebulan penuh umat Islam berhasil menahan hawa nafsu dan mengisi dengan berbagai ibadah. Namun, apakah kemenangan itu nyata? Jangan-jangan hanya klaim atau slogan semata?

Selain kemaksiatan, Ramadan ke Ramadan pun nyatanya tidak menghentikan aneka kezaliman. Di dalam negeri rakyat dibelit berbagai kebijakan menyusahkan. Mulai dari pajak hingga layanan publik yang dikapitalisasi alias dibisniskan.

Negara pun alih-alih menyejahterakan, berbagai sumber daya alam yang hakikatnya merupakan milik rakyat malah digadaikan, bahkan dijual kepada para pemilik modal, baik asing maupun lokal.

Di tengah kondisi itu, para pencuri uang negara pun bebas merajalela. Hukum yang lemah berkelindan dengan mental penguasa yang juga lemah. Tidak heran jika megaskandal korupsi berulang terjadi, tetapi kasusnya dipastikan selalu menguap tidak pasti.

Dampak yang paling nyata, keuangan negara terus dalam kondisi memprihatinkan dan negara tenggelam dalam utang riba berkepanjangan. Rakyat pun terkena imbasnya. Negara tidak punya modal menyejahterakan mereka, bahkan menjadikan rakyatnya sebagai tumbal pembangunan.

Suara rakyat pun terus diredam. Caranya, mereka yang bodoh diiming-imingi dengan berbagai bantuan. Sementara itu, mereka yang kritis pelan-pelan disingkirkan. Sistem pendidikan dan media massa pun menjadi perangkat penting untuk mengukuhkan hegemoni kapitalisme global. Caranya, fokus menciptakan mesin pekerja yang berorientasi uang dan tumpul dari visi kebangkitan.

Dalam keseharian, umat Islam dipaksa menerapkan hukum-hukum kufur yang bertentangan dengan agamanya. Bahkan tidak jarang ajaran Islam dijadikan bulan-bulanan, dituding biang teror dan perpecahan hingga para pendakwahnya pun dicap radikal yang layak dikriminalkan.

Adapun di luar sana, banyak kaum muslim yang masih mengalami teror berkepanjangan. Muslim Palestina diusir dan dibantai Zionis, bangsa terzalim di dunia. Pada 29 Ramadan kemarin, Kementerian Kesehatan Gaza merilis update data hari ke 185 genosida. Jumlah syahid sudah mencapai 33.207 jiwa. Sedangkan 75.993 lainnya luka-luka. Sementara itu, kehancuran harta benda sudah tidak terhitung nilainya.

Muslim India pun secara sistematis mengalami diskriminasi luar biasa. Pemerintah Hindu ekstrem di bawah partai Bharatiya Janata menerapkan UU yang membuat muslim India seakan tidak punya negara. Begitu pun dengan muslim Rohingya. Mereka pun terus mengalami penganiayaan oleh rezim yang memusuhi agama mereka dan ditolak oleh sesama muslim dunia yang terkena propaganda.

Ironisnya, semua ini terjadi di hadapan para penguasa muslim yang memilih pura-pura tuli buta. Mereka diam seribu bahasa, padahal mereka punya segala sumber daya, termasuk kekuatan militer yang bisa menolong muslim tertindas di berbagai belahan dunia.

Lantas, jika Idulfitri adalah hari kemenangan, menang dari apa? Kapan kemenangan itu tiba?

Sambut Takwa dan Kemenangan

Sungguh, umat dikatakan menang saat mereka dan agamanya bisa benar-benar berdaulat dan eksis di antara agama-agama yang lainnya. Bahkan kemenangan itu tampak saat agama mereka menjadi pusat orientasi umat-umat yang lainnya. Allah Swt. berfirman,


هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik tidak suka.” (QS Ash-Shaf [61]: 9)

Dan firman-Nya,


إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ وَرَأَيْتَ ٱلنَّاس يَدْخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفْوَاجًا

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah.” (QS An-Nasr: 1—2)

Tentu saja kemenangan ini tidak mungkin hanya mewujud dalam konteks individu muslim. Kemenangan ini justru harus mewujud dalam konteks entitas masyarakat Islam sebagaimana pada masa-masa sebelumnya.

Empat belas abad umat tampil sebagai sebaik-baik umat sekaligus sebagai umat pertengahan yang direpresentasi oleh kekuasaan politik Islam, yakni Khilafah Islam yang kekuasaannya mendunia. Dalam sejarah peradaban Islam, Khilafah inilah yang telah menunjukkan kemampuannya menjaga kedaulatan syariat sekaligus menjaga kemuliaan umat.

Khilafah menerapkan seluruh hukum-hukum Allah dengan sempurna hingga ketakwaan hakiki benar-benar terealisasi dan oleh karenanya, terbukalah pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana firman Allah Taala, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96).

Namun, umat Islam hari ini sudah lama tidak berpenjaga setelah lebih seabad lamanya mereka hidup tanpa Khilafah. Musuh-musuh Islam telah berhasil meruntuhkannya hingga umat Islam terjerumus dalam kehinaan dan perpecahan.

Tanpa Khilafah, umat hidup tanpa aturan yang benar. Mereka pun selalu kalah dalam persaingan politik internasional. Bahkan posisinya terus menjadi bulan-bulanan. Bangsanya diperbudak dan kekayaan negeri-negerinya diperebutkan sebagai objek jajahan.

Oleh karenanya, terwujudnya kembali Khilafah sudah menjadi tuntutan zaman. Yakni agar umat bisa kembali meraih kemenangan hakiki yang sejatinya menjadi tujuan Ramadan dan Idulfitri.

Datangnya kemenangan ini memang merupakan keniscayaan. Bahkan sudah Allah Swt. janjikan. Dia berfirman,


وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara kalian bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka—sesudah mereka berada dalam ketakutan—menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Siapa saja yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nuur: 55).

Hanya saja, Allah Swt. meminta kita untuk berjuang. Yakni beramal saleh untuk mewujudkan seluruh prasyarat datangnya kemenangan dengan segala kesungguhan dan keistikamahan. Termasuk menapaki jalan dakwah yang tahapan-tahapannya telah Allah dan Rasul-Nya tunjukkan.

Jalan dakwah itu tidak lain adalah jalan dakwah pemikiran dan politik yang berlandaskan ideologi Islam. Jalan inilah yang pada masa lalu terbukti telah sukses mengantarkan umat pada tegaknya kekuasaan politik Islam, sejak pada masa Rasulullah hingga masa-masa setelahnya.

Melalui dakwah seperti ini, umat akan kembali disadarkan tentang tujuan hidup dan visi penciptaan. Sekaligus disadarkan tentang hakikat risalah Islam sebagai pemecah seluruh problem kehidupan yang bukan sekadar agama ritual.

Dengan cara ini pula, umat Islam akan kembali pada identitas dirinya sebagai umat pilihan. Sekaligus akan terwujud pada diri mereka ketakwaan hakiki yang dibutuhkan sebagai modal perubahan.

Khatimah

Ya, takwa inilah yang akan mendorong mereka siap melakukan perubahan mendasar dalam kehidupan. Yakni siap menjadikan akidah dan aturan Islam sebagai sistem hidup menggantikan sekularisme dan kekufuran. Dengan begitu mereka akan kembali meraih kemenangan.

Madrasah Ramadan di alam sekuler memang sulit mewujudkan takwa hakiki yang dibutuhkan untuk kebangkitan. Namun, seharusnya cukup menjadi bekal bagi mereka yang sadar untuk melakukan pergerakan dakwah ideologis lebih kencang lagi di tengah-tengah umat.

Semoga Allah Swt. selalu menolong hamba-hambanya yang sungguh-sungguh berjuang. Serta menyegerakan tegaknya Khilafah Islam yang dijanjikan. Agar umat kembali mulia dan kembali tampil sebagai pemenang yang siap menyebarkan rahmat ke seluruh alam. La hawla wa la quwwata illa billah. [MNews/SNA]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *