[Tafsir Al-Qur’an] Azab di Dunia bagi Orang Kafir (Tafsir QS Al-Mursalat [77]: 16—19)

[Tafsir Al-Qur’an] Azab di Dunia bagi Orang Kafir (Tafsir QS Al-Mursalat [77]: 16—19)

(Bagian 1/2)

Oleh: K.H. Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Muslimah News, TAFSIR AL-QUR’AN — Allah Swt. berfirman, “Bukankah telah Kami binasakan orang-orang yang dahulu? Lalu Kami susulkan (azab Kami terhadap) orang-orang yang datang kemudian. Demikianlah Kami perlakukan orang-orang yang berdosa. Celakalah pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan (kebenaran).” (QS Al-Mursalat [77]: 16—19)

Ayat-ayat ini menggambarkan hukuman Allah Swt. kepada para pendosa semasa mereka di dunia. Menurut Fakhruddin ar-Razi, maksud dari gambaran tersebut adalah untuk menakut-nakuti orang-orang kafir dan memperingatkan mereka dari kekufuran.1

  • Tafsir Ayat

Allah Swt  berfirman, Alam nuhliku al- awwalîn [Bukankah Kami telah membinasakan orang-orang yang dahulu]? Ayat ini diawali dengan kata tanya berupa huruf hamzah. Kalimat tanya tersebut merupakan istifhâm taqrîrî (kalimat tanya untuk menetapkan/pertanyaan retoris).2

Bentuk kalimat istihâm taqrîri tersebut berguna untuk mengukuhkan kalimat setelah nafi.3 Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt. benar-benar telah menimpakan azab atas orang-orang yang dahulu.

Menurut Ahmad Mukhtar, kata halaka berarti mâta (mati); juga berarti kafara (ingkar). Frasa “AhlakalLâhu azh-zhâlimîn” berarti ja’alahum yuhlikûn aw yamûtûn (menjadikan mereka binasa atau mati); bisa pula berarti adzdzabahum (Dia mengazab mereka).4

Siapa yang dimaksud dengan al-awwalîn dalam ayat ini? Mereka adalah orang-orang kafir dari umat-umat terdahulu mulai zaman Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw..5 Menurut  Abu Bakar al-Jazairi, mereka seperti kaum ‘Ad, Tsamud, kaum Nabi Ibrahim, dan kaum Nabi Luth hingga Nabi saw. diutus.6

Mereka semua adalah kaum yang diazab di dunia oleh Allah Swt . Azab itu ditimpakan kepada mereka karena pengingkaran dan penentangan mereka terhadap rasul-rasul yang diutus kepada mereka beserta ajaran yang dibawanya. Al-Khazin berkata, “Mereka adalah umat-umat yang lalu (dibinasakan) dengan azab di dunia) ketika mereka mendustakan rasul-rasul mereka.”7

Ibnu Katsir juga berkata, “Mereka adalah orang-orang yang mendustakan para rasul serta menentang apa yang disampaikan oleh rasul-rasul tersebut.”8

Ibnu Jarir ath-Thabari juga berkata, “Bukankah Kami telah membinasakan umat-umat terdahulu yang mendustakan para rasul-Ku dan mengingkari ayat-ayat-Ku dari kalangan kaum Nuh, ‘Ad, dan Tsamud?”9

Kemudian Allah Swt.  berfirman, Tsumma nuthbi’uhum al-âkhirîn (Lalu Kami mengikutkan bersama mereka [dengan mengazab] orang-orang yang datang belakangan)?

Menurut ayat ini, Allah Swt  juga menimpakan azab kepada umat-umat sesudah mereka.  Dalam ayat ini disebut: al-âkhirîn. 

Menurut Ibnu Jarir ath-Thabari, mereka adalah kaum Nabi Ibrahim, kaum Nabi Luth, dan penduduk Madyan. Semua kaum tersebut diazab sebagaimana kaum-kaum terdahulu.10 

Penjelasan yang sama juga dikemukakan oleh Az-Zamakhsyari dan Al-Alusi.11 Menurut Al-Alusi, penduduk kafir Makkah tidak termasuk di dalamnya karena mereka baru dihancurkan setelah kaum-kaum tersebut.12

Namun demikian, menurut Abu Bakar al-Jazairi kaum tersebut termasuk dalam al-awwalîn (kaum terdahulu), sedangkan al-âkhirîn adalah tokoh-tokoh kafir Makkah. Dia berkata, “Sungguh Dia telah membinasakan para gembong pendosa dari kalangan Quraisy pada Perang Badar.”13

Ibnu Juzyi juga berkata, “Maksudnya, Quraisy dan lainnya yang mengingkari Nabi Muhammad saw..”14

Kaum yang datang belakangan itu diazab karena mereka menempuh jalan yang sama dengan para pendahulunya, yakni mendustakan para rasul beserta ajaran mereka. Menurut Fakhruddin ar-Razi, “Sungguh Dia telah mengazab kaum kafir terdahulu karena kekufuran mereka. Ketika kekufuran itu juga terjadi pada orang-orang yang datang belakangan, mereka pun diazab.”15

Al-Khazin juga berkata, “Maksudnya, orang-orang yang menempuh jalan orang-orang sebelum mereka dalam kekufuran dan pendustaan. Mereka itu adalah Quraisy. Artinya, Kami pun mengazab mereka karena pendustaan mereka terhadap Nabi Muhammad saw..”16

Menurut Syihabuddin al-Alusi, ini merupakan wa’îd (ancaman) kepada penduduk Makkah dan berita tentang apa yang akan terjadi setelah hijrah. Seolah-olah dikatakan, “Kami pun telah menindak orang-orang belakangan yang seperti mereka (orang-orang terdahulu) sebagaimana Kami telah Kami menindak orang-orang terdahulu. Kami memperlakukan mereka sesuai dengan jalan mereka. Sebabnya, mereka telah mendustakan seperti pendustaan orang-orang sebelum mereka.”17

Kemudian Allah Swt  berfirman, “Kadzâlika naf’alu li bi al-mujrimîn (Demikianlah Kami bertindak terhadap para pendosa).” Ayat ini menegaskan bahwa mereka semua itu mendapatkan azab dari Allah Swt  karena sebab yang sama, yakni karena dosa yang mereka lakukan. Mereka sama-sama mujrimîn (para pendosa).

Al-Khazin berkata, “Sungguh Kami bertindak terhadap mereka karena keberadaan mereka yang menjadi mujrimîn (para pendosa atau pelaku kejahatan).18

Secara bahasa, kata al-jarm berarti al-qath’ (memotong).19 Kata tersebut kemudian mengalami perkembangan sehingga kalimat jarama asyh-syakhshu berarti adznaba wa aktsaba al-itsm (seseorang telah berdosa dan mendapatkan dosa).20

Perbuatan dosa besar yang mereka lakukan adalah pengingkaran dan pendustaan terhadap Allah Swt  dan Rasul-Nya. Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Sebagaimana Kami telah membinasa-kan mereka karena kekufuran mereka kepada-Ku dan pendustaan mereka terhadap Rasul-Ku, maka sunah-Ku yang berlaku kepada orang-orang kafir dahulu seperti mereka. Demikian pula Kami membinasakan orang-orang jahat akibat kejahatan mereka ketika melampaui batas dan berlaku zalim.”21

Ini merupakan ancaman keras kepada penduduk Makkah.22 Bahkan menurut Ibnu Athiyah, ayat ini mengandung makna mustqabal (masa yang yang akan datang) sehingga tercakup di dalamnya Quraisy dan orang-orang kafir lainnya.23

Siapa pun yang menempuh jalan yang sama, yakni mendustakan para rasul-Nya dan mengingkari ayat-Nya, artinya semua orang yang tercakup dalam al-mujrimîn akan mendapatkan perlakuan yang sama. Az-Zamakhsyari berkata, “Demikianlah, tindakan keras itulah yang akan Kami lakukan kepada semua orang yang berbuat dosa.”24 Menurut Ibnu Juzyi, mereka adalah orang-orang kafir.25

Abu Bakar al-Jazairi juga berkata, “Ini merupakan ancaman yang jelas dan benar. Demi Allah, sungguh Dia telah membinasakan para pendosa dan tidak ada seorang pun dari  mereka yang selamat.”26

Kemudian dilanjutkan dengan firman-Nya: Wayl[un] yahm’idz[in] li al-mukadzdzibîn (Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi para pendusta). Ayat ini kembali menegaskan bahwa kecelakaan besar akan diterima oleh para pendusta, yakni yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt. dan para nabi-Nya.27

Mengenai penyebutan yang sama dengan ayat sebelumnya (yakni ayat 15), setidaknya ada dua pendapat.

Pertama, ini merupakan takrîr (pengulangan) dari ayat sebelumnya. Gunanya untuk memberikan makna ta’kîd (penegasan).28

Kedua, ini bukan pengulangan. Keduanya memiliki penunjukan yang berbeda. Jika kata wayl (kecelakaan) pada ayat sebelumnya merupakan azab di akhirat, sedangkan pada ayat ini merupakan azab dunia.29 [MNews/Rgl].

Bersambung ke Bagian 2/2

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *