Pinjol Kerap Gagal Bayar, Kapitalisme Bikin Ambyar

Pinjol Kerap Gagal Bayar, Kapitalisme Bikin Ambyar

Penulis: Nida Alkhair

Muslimah News, OPINI — Pinjol kini menjadi fenomena yang akrab di masyarakat. Kemudahan proses pencairan kredit menjadi daya tarik pinjol jika dibandingkan dengan kredit bank. Namun, kemudahan ini juga berkorelasi dengan tingginya tingkat gagal bayar pinjaman. Apalagi pada momen masyarakat membutuhkan banyak dana, potensi gagal bayar makin tinggi.

Sebagaimana diwartakan oleh Katadata (2-4-2024), menjelang Ramadan tahun ini, gagal bayar tepat waktu utang pinjol melonjak. Akibatnya, industri teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) merugi.

Meski pinjaman yang masih berjalan di platform pinjol naik 21,98% secara tahunan (yoy) menjadi Rp61,1 triliun pada Februari 2024, industri pinjol merugi Rp135,61 miliar pada Januari 2024.Tingkat wanprestasi alias kredit macet lebih dari 90 hari (TWP 90) pinjol naik dari Rp1,78 triliun pada Januari menjadi Rp1,8 triliun pada Februari. Persentase TWP 90 mencapai 2,95% dari total pinjaman.

Berdasarkan data Statistik P2P Lending Periode Januari 2024 Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio laba terhadap total aset (ROA) industri pinjol turun 1,93%. Sedangkan rasio laba bersih terhadap total ekuitas (ROE) menurun 3,76%.

Akibat permasalahan gagal bayar, beberapa platform fintech lending tengah diawasi OJK. Di antaranya Investree, Tanifund, iGrow, Modal Rakyat, Toko Sumber Sembako, dll.

Kebutuhan Tinggi

Banyaknya masyarakat yang meminjam uang ke pinjol disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat, apalagi pada momen menjelang Ramadan dan Idulfitri. Tingginya kebutuhan hidup, sedangkan pendapatan tidak naik, menjadikan masyarakat memilih “jalan ninja”, yaitu meminjam uang pada pinjol.

Pinjol menjadi pilihan masyarakat karena syaratnya mudah dan prosesnya cepat. Namun, di balik itu ada bahaya yang mengintai, yaitu suku bunga yang sangat tinggi. Sebenarnya masyarakat tahu bahwa bunga pinjol sangat tinggi, tetapi mereka tetap meminjam uang ke pinjol karena desakan kebutuhan.

Tingginya kebutuhan hidup masyarakat disebabkan tidak adanya jaminan dari pemerintah terkait dengan kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Harga pangan maupun papan (properti) terus naik sehingga menguras pendapatan masyarakat. Selain itu, kesehatan dan pendidikan juga dikomersialkan sehingga mahal.

Di sisi lain, kenaikan upah (jika ada) tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga barang. Bahkan sejak tahun lalu terjadi gelombang PHK secara global sehingga banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Lepas tangannya pemerintah dari memenuhi kebutuhan masyarakat menjadikan beban hidup masyarakat makin berat sehingga mereka terpaksa “lari” ke pinjol untuk mendapatkan dana segar demi memenuhi kebutuhan hidup.

Sebentar lagi Juni—Juli adalah waktunya kenaikan sekolah, kebutuhan dana akan membesar untuk membayar biaya pendaftaran sekolah baru atau daftar ulang di sekolah lama. Bisa dipastikan, permintaan terhadap pinjol akan meningkat lagi.

Solusi Hakiki

Sejatinya, pinjol bukanlah solusi hakiki atas kebutuhan dana masyarakat. Pinjol berbasis riba sehingga menjerat nasabah dengan bunga yang tinggi. Bukannya menyelesaikan permasalahan kebutuhan, pinjol justru menyedot dana peminjam untuk membayar bunga yang tinggi. Selain itu, banyak kasus antara peminjam dengan penagih utang sehingga berujung konflik, depresi, bahkan bunuh diri.

Miris, keberadaan pinjol yang berdampak buruk ini justru mendapatkan restu dari penguasa. Hanya pinjol ilegal yang dilarang oleh penguasa. Sedangkan pinjol legal dibiarkan merajalela. Hal ini menunjukkan jauhnya pemerintah dari fungsi riayah/pengurus. Alih-alih melindungi rakyat dari bahaya pinjol, penguasa malah memfasilitasi rakyat untuk mengambil pinjol yang jelas-jelas ribawi.

Pinjol adalah solusi palsu dari ideologi kapitalisme yang tidak menyelesaikan masalah, tetapi menambah masalah sehingga kehidupan yang sudah susah menjadi makin ambyar. Itulah sebabnya, solusi ini tidak layak kita ambil, bahkan harus kita tinggalkan.

Allah Swt. telah menegaskan keharaman riba sehingga jika dilanggar akan menghasilkan kerusakan di muka bumi. Keharaman riba telah tersurat sejak belasan abad yang lalu pada firman Allah Swt., “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah: 275).

Adapun solusi yang sebenarnya atas permasalahan beban hidup masyarakat adalah adanya riayah (pengurusan) dari negara. Sayangnya, negara di dalam kapitalisme tidak memosisikan dirinya sebagai pe-riayah urusan rakyat, tetapi justru menjadi pelayan bagi para pengusaha kapitalis oligarki. Keduanya bersimbiosis untuk memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadinya.

Sungguh berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam yang melakukan riayah terhadap rakyatnya. Khilafah akan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Untuk kebutuhan dasar pribadi, yaitu sandang, pangan, dan papan, negara memenuhinya secara tidak langsung, yaitu dengan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat yang wajib bekerja, yaitu laki-laki dewasa. Negara akan merevitalisasi pertanian, perdagangan, dan industri sehingga bisa menyerap banyak tenaga kerja.

Sedangkan kebutuhan dasar kolektif, yaitu kesehatan, pendidikan, dan keamanan, negara memenuhinya secara langsung yaitu dengan menyediakan ketiganya secara gratis dan berkualitas tinggi. Negara akan mengambil alih kekayaan alam yang terkategori milik publik seperti tambang sehingga dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kemaslahatan rakyat.

Khilafah akan membiayai semua kebutuhan rakyat dari baitulmal yang bersumber dari 15 pos pemasukan negara meliputi fai, kharaj, jizyah, kepemilikan umum, zakat, dan lainnya. Dengan demikian, ada dana yang cukup untuk menyejahterakan rakyat.

Adapun bagi rakyat yang lemah secara fisik dan tidak memiliki kerabat yang menafkahinya, Khilafah akan memberikan padanya santunan yang rutin sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Inilah solusi hakiki atas tingginya beban hidup masyarakat, bukan pinjol. Wallahualam. [MNews/Gz]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *