Harga Cabai Makin Pedas, Negara Harus Ngegas

Harga Cabai Makin Pedas, Negara Harus Ngegas

Muslimah News, OPINI — Hargai cabai makin “pedas” seiring naiknya kenaikan harga pangan lainnya. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada Oktober 2023 harga cabai, baik cabai merah, cabai merah keriting, maupun cabai merah besar mengalami kenaikan signifikan. Sepanjang Oktober 2023 rata-rata harga cabai rawit merah secara nasional mencapai Rp55.934 per kilogram (kg), naik 37,8% dibanding bulan sebelumnya.

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan harga cabai adalah mengimbau masyarakat untuk menanam cabai sendiri di pekarangan rumah. Menteri Pertanian akan menggenjot program Kawasan Pangan Lestari (KRPL), yakni dengan memberikan 40.000 bibit cabai unggul gratis untuk ditanami di pekarangan rumah. Ia mengeklaim program ini cukup berhasil sebelumnya. Lain Mentan, lain pula Mendag. Mungkin untuk memperbesar hati masyarakat yang sudah mengeluh dengan kenaikan harga cabai, ia mengatakan, “Cabai ‘enggak’ apa-apa mahal sekali-sekali.”

Tidak hanya itu, ia juga menuturkan tidak masalah harga jual cabai rawit di pasaran mengalami kenaikan beberapa kali dalam setahun. Hal tersebut demi membantu petani agar tidak terlalu merugi sehingga memungkinkan menjual tanah atau lahan pertanian mereka untuk bertahan. (Tirto, 6-11-2023)

Faktor Penyebab

Cabai adalah salah satu bahan pangan yang paling banyak diburu dan dibeli masyarakat. Oleh karenanya, kenaikan harga cabai jelas sangat memengaruhi kondisi perekonomian mereka. Selain cabai, harga pangan lainnya yang turut merangkak naik ialah beras, bawang putih, telur, gula dan sejumlah komoditas lainnya. Mengutip dari beberapa sumber media, inilah faktor penyebab cabai mahal:

Pertama, faktor cuaca. Cuaca kerap menjadi alasan klasik kenaikan harga pangan. Direktur Jenderal Hortikultura Kementa, Prihasto Setyanto mengungkap produksi cabai menurun disebabkan karena kemarau panjang akibat dampak El Nino. Menurutnya, produksi cabai akan membaik jika sudah turun hujan. Alasan ini tampaknya menjadi jurus andalan pemerintah untuk menutupi kegagalannya mengantisipasi kenaikan harga pangan. Andaikan turun hujan, lalu harga cabai tetap naik, apakah nanti akan ada pernyataan, “Produksi cabai berkurang karena banyak cabai membusuk akibat musim hujan”. Seperti sebelumnya, pemerintah terlihat kurang mengantisipasi perubahan cuaca terhadap produksi pangan dalam negeri.

Kedua, berkurangnya produktivitas pertanian karena jumlah petani berkurang dan memburuknya kondisi tanah. Jumlah petani berkurang karena para petani lebih memilih menanam tanaman lain untuk mengurangi kerugian saat mereka gagal panen. Di sisi lain, kondisi tanah makin memburuk akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebih selama bertahun-tahun.

Ketiga, keterbatasan teknologi pertanian. Mendag menuturkan bahwa di antara penyebab gejolak harga cabai ialah karena petani belum punya teknologi pengolahan dan pengawetan cabai. Keterbatasan inilah yang menyebabkan Indonesia masih doyan impor pangan, salah satunya cabai. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor cabai Indonesia sebanyak 48.167,66 ton dengan nilai US$127,64 juta pada 2022. Indonesia paling banyak mengimpor cabai dari India lantaran mencapai 40.912,74 ton pada tahun lalu. Kebijakan impor memang kerap dilakukan untuk menstabilkan harga pangan di pasaran. Padahal, ketergantungan terhadap impor pangan jelas membuat Indonesia tidak memiliki kedaulatan pangan. Negeri seluas ini masa’ iya harus terus bergantung pada impor?

Minimnya Peran Negara

Menstabilkan harga pangan adalah tanggung jawab negara. Menciptakan kesejahteraan petani dan pertanian berkelanjutan juga merupakan tugas utama negara. Artinya, negara harusnya bisa mengoptimalkan perannya dalam memajukan pertanian di Indonesia. Bukan hanya bicara tentang imbauan menanam cabai sendiri atau meminta pengertian masyarakat dengan berkata, “Nggak apa-apa cabai mahal sekali-kali agar petani tidak rugi”. Lalu bagaimana dengan masyarakat yang terus merugi akibat kenaikan pangan dan pendapatan yang stagnan?

Ranah negara adalah menetapkan kebijakan, bukan memainkan narasi pasrah. Sebagai contoh, produksi pertanian menurun yang terus dikambinghitamkan adalah cuaca ekstrem, padahal jika benar-benar serius, negara akan mengupayakan bagaimana agar produktivitas cabai tetap stabil di tengah cuaca ekstrem. Jika memang serius, negara akan memberdayakan segala daya dan upaya untuk mengembangkan teknologi pertanian demi tercapainya produksi yang diharapkan. Sayangnya, peran tersebut tampak belum berjalan maksimal. Apa yang harusnya negara lakukan dari aspek produksi, distribusi, dan konsumsi?

Tata Kelola Pertanian dalam Islam

Mahalnya harga cabai hanyalah satu dari masalah pangan yang terus berulang dari tahun ke tahun. Solusi yang diberikan juga belum menyentuh akar masalah pangan, yakni penerapan sistem kapitalisme yang memandulkan peran negara dalam menjamin kebutuhan pangan masyarakat. Dalam Islam, peran negara akan sangat mendominasi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Oleh karena itu, secara fundamental, negara harus menata ulang sistem tata kelola pertanian secara menyeluruh. Dalam hal ini, Islam telah menetapkan sejumlah langkah strategis dengan menjadikan sektor pertanian sebagai prioritas dalam pembangunan ekonomi.

Pertama, negara menjamin ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup. Peningkatan produksi cabai misalnya, bisa dilakukan dengan intensifikasi, yaitu penggunaan teknologi biologi dan kimia (pupuk, benih unggul, pestisida, dan herbisida), serta teknologi mekanis (penggunaan traktor serta kombinasi manajemen air irigasi dan drainase); dan ekstensifikasi, yaitu perluasan area lahan sawah dan pertanian.

Negara bisa melakukan intensifikasi pertanian dengan memberikan benih dan pupuk secara murah, bahkan gratis kepada para petani. Negara juga memberikan edukasi dan pelatihan kepada para petani agar dapat melakukan produksi tani dengan peralatan yang canggih. Negara juga akan mendorong penyuburan kembali unsur hara tanah agar produksi pertanian lebih baik dan lebih banyak. Negara memfasilitasi kebutuhan pertanian dengan penuh riayah (pengurusan).

Adapun ekstensifikasi bisa dilakukan dengan menghidupkan tanah mati dibiarkan pemiliknya selama tiga tahun. Hal ini agar tidak ada tanah yang dibiarkan kosong tanpa ditanami dan dapat difungsikan secara optimal.

Kedua, melakukan antisipasi perubahan cuaca yang fluktuatif. Negara bisa memperbanyak stok produksi pertanian ketika panen raya. Dalam pengolahan cabai, negara bisa melakukan teknologi pengawetan cabai kering seperti yang dilakukan Cina dan India, sehingga negara tidak perlu impor hanya untuk memenuhi stok cabai dalam negeri.

Ketiga, pembagian kepemilikan tanah sesuai ketentuan syariat Islam. Saat ini, lahan pertanian kian sempit karena alih fungsi lahan secara masif. Sebagai negara agraris, sangat aneh apabila pertanian tidak menjadi lumbung mata pencaharian. Ketahanan pangan sangat ditentukan oleh tersedianya lahan pertanian yang mampu memproduksi pangan secara kontinu.

Keempat, memastikan distribusi pertanian terjangkau ke seluruh pelosok negeri. Wilayah yang luas lahan dan produktivitas pertaniannya tinggi, bisa mendistribusikan hasil pertanian ke wilayah yang tingkat lahan dan kesuburan produksi pertaniannya rendah.

Kelima, melarang praktik-praktik kecurangan, penimbunan, dan monopoli pasar. Negara tidak boleh kalah oleh pemilik kartel. Nabi saw. memperingatkan para pelaku kartel dan monopoli pasar ini dengan ancaman keras,

مَنْ ‌دَخَلَ ‌فِي ‌شَيْءٍ ‌مِنْ ‌أَسْعَارِ ‌الْمُسْلِمِينَ ‌لِيُغْلِيَهُ ‌عَلَيْهِمْ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يَقْذِفَهُ فِي مُعْظَمٍ مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Siapa saja yang memengaruhi harga bahan makanan kaum muslim sehingga menjadi mahal, merupakan hak Allah untuk menempatkan dirinya ke dalam tempat yang besar di neraka nanti pada hari kiamat.”

Keenam, pengawasan dan penegakan hukum yang tegas pada pelaku mafia pangan. Dalam Khilafah, struktur khusus yang mengawasi berjalannya pasar secara sehat ialah kadi hisbah. Tugasnya adalah melakukan pengawasan dan menindak setiap pelanggaran yang mengganggu hak masyarakat.

Dengan peran negara yang ngegas dan me-riayah, tidak mustahil mewujudkan ketahanan pangan dengan tata kelola pertanian. Semua kebijakan fundamental tersebut hanya bisa terlaksana sempurna dengan tegaknya sistem Islam kafah dalam naungan Khilafah. [MNews]

Share

One thought on “Harga Cabai Makin Pedas, Negara Harus Ngegas

  1. Nasib diurus oleh rezim ruwaibidhah, bukannya mengurusi dengan Islam, malah miris oleh statemen yang mengiris iris hati rakyat..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *