Lonjakan Harga Bawang Merah Bikin Rakyat Terperangah

Lonjakan Harga Bawang Merah Bikin Rakyat Terperangah

Penulis: Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.

Muslimah News, OPINI — Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat pada Kamis (25-4-2024), harga bawang merah naik Rp300 ke Rp53.430 per kg. Sepekan lalu (18-4-2024), harga bawang merah masih pada angka Rp49.600 per kg dan terus menanjak hingga saat ini. Harga tersebut adalah rata-rata harian nasional di tingkat pedagang eceran.

Harga tertinggi kini mencapai Rp81.620 per kg, yakni di Papua Tengah yang bahkan beberapa hari lalu pecah rekor karena sempat menyentuh angka Rp84.980 per kg. Sementara itu, harga terendah terdapat di Kepulauan Riau dengan harga Rp35.990 per kg.

Di Jakarta, harga bawang merah dibanderol rata-rata Rp72.340 per kg, sedangkan di Jawa Tengah yang menjadi salah satu sentra bawang merah di Indonesia, harga pada hari tersebut (25-4-2024) rata-rata Rp55.760 per kg. (CNBC Indonesia, 25-4-2024).

Penyebab

Berdasarkan informasi dari Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), secara umum kenaikan harga bawang merah saat ini diduga karena adanya penurunan pasokan sebagai dampak dari curah hujan tinggi yang bahkan mengakibatkan banjir di beberapa daerah. Tidak pelak, kondisi tanaman bawang merah khususnya di wilayah Brebes dan sekitarnya—sebagai sentra bawang merah—mengalami kerusakan akibat banjir sehingga produksi menurun dan kualitas hasilnya juga kurang baik.

Selain itu, mengutip CNN Indonesia (22-4-2024), Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyebut lonjakan harga bawang merah ini kemungkinan terjadi akibat para pedagang pasar yang belum kembali dari mudik Lebaran 2024. Kondisi ini membuat stok atau pasokan bawang merah akhirnya menipis, padahal permintaan bawang merah usai Idulfitri 1445 H kembali meningkat. Pasalnya, para pedagang yang belum kembali dari kampung halaman itu adalah sumber pasokan bagi pengecer kecil. Jadilah harga bawang merah, khususnya di pasar induk, tiba-tiba meroket.

Ia juga menyebutkan, di sisi lain ada para petani yang sedikit menahan panennya. Ia mengeklaim hal ini tetap berkaitan dengan belum kembalinya para pedagang. Jika panen tetap dikerjakan, harga malah bisa jatuh karena tidak ada pembeli. Ini karena terkhusus produk hortikultura, sifatnya akan sangat volatil karena serapannya harian.

Klise

Meroketnya harga bawang merah ini jelas membuat rakyat terperangah. Kendati bukan termasuk komoditas volatile food yang “wajib” dan “rutin” mengiringi momentum Lebaran, tetapi realitas tetap menegaskan bahwa bawang merah adalah komoditas pangan strategis.

Untuk itu, terlalu klise jika alasan mahalnya bawang merah adalah banjir, belum kembalinya para pedagang dari mudik, maupun petani yang masih menahan panennya. Melihat Idulfitri maupun pasca-Lebaran sebagai momentum tahunan, semua kemungkinan seputar stok bawang merah itu sebenarnya bisa diantisipasi. Begitu juga perihal mitigasi bencana banjir yang menyebabkan lahan puso, penguasa semestinya lebih sigap menanggulangi.

Hanya saja, tindak antisipasi maupun mitigasi ini hanya bisa dilakukan jika memang penguasa memiliki niat tulus untuk sungguh-sungguh melayani urusan rakyat. Demikian pula kebijakan impor—yang setidaknya jika tidak menjadi solusi instan—masih bisa kita apresiasi.

Pada saat yang sama, rakyat harus tetap waspada jika terjadi perubahan mendadak mengenai kebijakan impor bawang merah dengan dalih mengatasi kenaikan harga. Pasalnya toh selama ini kita juga tidak menampik adanya bawang merah impor di pasar dalam negeri. Andai benar kebijakan impor ditempuh detik ini juga, yang akan hancur adalah harga di tingkat petani.

Komoditas Strategis

Cabai dan bawang merah adalah dua komoditas strategis yang ditetapkan sebagai bahan pangan pokok selain beras, jagung, dan kedelai. Di samping sebagai bahan pangan pokok yang tidak tergantikan, cabai dan bawang juga merupakan komoditas hortikultura yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat. Komoditas tersebut semestinya terus menjadi perhatian serius pemerintah karena keduanya memberikan andil yang cukup signifikan dalam menentukan inflasi.

Dengan ini, jelas sangat urgen adanya kebijakan seputar cabai dan bawang merah dalam rangka penjagaan kontinuitas produksi, keterpenuhan pasokan, serta stabilisasi harga cabai dan bawang merah di pasaran. 

Asal tahu saja, produksi cabai dan bawang nasional secara agregat dalam satu tahun sebenarnya sudah melebihi kebutuhan konsumsi. Namun demikian, masih sering ditemukan kekurangan suplai dan terjadi fluktuasi harga yang disebabkan adanya kesenjangan suplai antarwaktu maupun kesenjangan antarwilayah.

Pada titik ini, jelas perlu adanya peran aktif penguasa untuk terjun langsung mengurusi urusan rakyatnya. Hal ini agar segala aspek penunjang ketersediaan bawang merah selalu komoditas strategis tidak harus tersendat dan terhambat harga untuk sampai dalam jangkauan rakyat.

Tata Kelola Sahih Pertanian Bawang Merah

Banyak sekali langkah untuk mencapai tata kelola pertanian secara sahih, khususnya untuk tanaman bawang merah. Langkah-langkah tersebut tentu berbeda nyata dengan seluruh aspek menurut kacamata kapitalisme dalam memandang dan mengelola komoditas bawang merah.

Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Dengan begitu, sebagai bagian tata kelola sektor pertanian yang berperan urgen bagi ketersediaan pangan yang tidak lain adalah kebutuhan primer rakyat, Khilafah selaku sistem pelaksana syariat Islam kafah tentu sangat berkepentingan untuk mengurus dan mengakomodasi urusan bawang merah ini secara paripurna dari hulu hingga ke hilir.

Pada aspek hulu, Khilafah berperan memastikan ketersediaan benih yang berkualitas bagus, termasuk riset berupa rekayasa genetika untuk menghasilkan benih bawang merah yang tahan hama dan cuaca. Khilafah juga memastikan ketersediaan pupuk, obat-obatan, alat-alat mekanis pertanian, serta sarana prasarana irigasi.

Selanjutnya pada aspek hilir, Khilafah akan menjamin proses distribusi ke seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan bawang merah, baik itu untuk rumah tangga maupun sektor bisnis. Pada saat yang sama, Khilafah mengawasi rantai pasok di pasaran sehingga mencegah peluang terjadinya permainan harga, penimbunan, maupun monopoli oleh para pedagang nakal.

Khilafah juga memberikan perlindungan terhadap risiko bencana dan cuaca demi menjaga stabilitas harga. Hal ini penting dilakukan agar risiko tersebut tidak berdampak parah pada melambungnya harga, tetapi sebaliknya masyarakat tetap dapat menjangkau harga tersebut.

Di samping itu, Khilafah juga akan memberikan fasilitas penyimpanan/gudang yang memadai bagi para petani yang tanamannya siap panen tanpa harus menahan panen tersebut. Dengan fasilitas tersebut, petani tidak perlu khawatir jika para pedagang masih belum sepenuhnya kembali aktif menyerap bawang merah di pasar sebagaimana pada momentum tahunan Idulfitri. Langkah ini juga dalam rangka menjaga ketersediaan stok bawang merah di pasar agar tidak terjadi kelangkaan terutama saat permintaan meningkat pasca-Lebaran. Wallahualam bissawab. [MNews/Gz]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *