[Tarikh Khulafa] Sultan Muhammad al-Fatih

[Tarikh Khulafa] Sultan Muhammad al-Fatih

Penulis: Nabila Ummu Anas

Muslimah News, TARIKH KHULAFA — Beliau adalah Sultan Muhammad II yang merupakan sultan Daulah Utsmaniyah yang ketujuh dalam rangkaian keluarga Utsman. Beliau diberi gelar Al-Fatih dan Abu al-Khairat. Muhammad al-Fatih memimpin Daulah Utsmaniyah selama tiga puluh tahun.

Pemerintahan Sultan Muhammad al-Fatih merupakan tahun-tahun kebaikan dan kemuliaan bagi kaum muslim. Muhammad al-Fatih menjadi sultan setelah bapaknya meninggal dunia pada tanggal 16 Muharam 855 H. Pada saat itu beliau berumur 22 tahun.

Pemimpin yang Kuat dan Adil

Sultan Muhammad al-Fatih memiliki kepribadian yang unik, telah terbentuk pada dirinya kekuatan dan keadilan. Muhammad al-Fatih mengungguli kawan-kawannya sejak usia belia dalam berbagai ilmu yang dipelajari di sekolah. Muhammad al-Fatih memiliki ketertarikan yang kuat terhadap pelajaran beragam bahasa dan sejarah. Dua pelajaran ini di kemudian hari sangat membantunya untuk menonjolkan kepemimpinannya di bidang manajemen dan medan-medan perang. Akhirnya, beliau terkenal dengan gelar Muhammad al-Fatih (Sang Penakluk) karena berhasil menaklukkan Kota Konstantinopel.

Sultan Muhammad II menempuh cara-cara yang ditempuh oleh bapaknya dan nenek moyangnya dalam berbagai penaklukan. Setelah menjadi sultan, Muhammad II benar-benar menonjol dalam hal administrasi dan manajemen kenegaraan di berbagai bidang.

Mengatur Keuangan Negara

Sultan Muhammad al-Fatih sangat memperhatikan urusan keuangan negara. Beliau memandang masalah keuangan adalah hal yang krusial bagi kemajuan sebuah negara. Oleh sebab itu, beliau menetapkan pendapatan negara dan cara pembelanjaannya secara efektif dan efisien. Kebijakan keuangan Sultan Muhammad II mencegah pemborosan dan kemewahan.

Selain itu, beliau juga sangat perhatian terhadap pengembangan kompi-kompi pasukan, membuat pengaturannya, dan membuat catatan-catatan khusus untuk tentara. Beliau menaikkan gaji tentara dan mendatangkan senjata-senjata terbaru yang ada pada masa itu.

Perbaikan Dalam Negeri

Sultan Muammad al-Fatih juga berusaha mengembangkan pemerintahan daerah. Beliau melakukan perombakan-perombakan terhadap para pemimpin daerah. Sebagian ada yang tetap di posisinya sebagai kepala daerah dan sebagian yang lain dicopot dari jabatannya karena tampak lalai serta ceroboh dalam menangani pemerintahan.

Sultan berusaha meningkatkan bidang administrasi di dalam pemerintahan Daulah Utsmaniyah, serta berupaya memajukan bidang manajemen kemiliteran. Dua hal ini membantu Daulah Utsmaniyah menenteramkan negara dan membuat kemajuan.

Setelah melakukan berbagai perbaikan dalam negeri, Sultan Muhammad al-Fatih mulai mengarahkan pandangannya kepada wilayah-wilayah Kristen di Eropa. Sultan bertekad untuk menaklukkan wilayah-wilayah di Eropa dan menyebarkan Islam di sana. Ada banyak faktor yang mendukung Sultan Muhammad al-Fatih dalam mewujudkan keinginannya itu. Di antaranya adalah kelemahan yang melanda Kekaisaran Byzantium akibat dari konflik dengan negara-negara Eropa yang lain, serta adanya konflik internal yang merata di seluruh wilayah dan kota-kotanya.

Motivasi Penaklukan Konstantinopel

Tidak mencukupkan diri dengan dua kelemahan yang melanda Byzantium saat itu, Sultan Muhammad al-Fatih terus berusaha keras agar kemenangan demi kemenangan berujung pada penaklukan Kota Konstantinopel, pusat pemerintahan Kekaisaran Byzantium. Terlebih Konstantinopel merupakan benteng yang strategis dan sangat penting bagi pergerakan pasukan Salib dalam melawan dunia Islam selama kurun waktu yang lama. Selain itu, Kota Konstantinopel merupakan kebanggaan Kekaisaran Byzantium secara khusus dan kaum Kristen pada umumnya.

Di antara hadis sahih yang berhubungan dengan jihad menaklukkan Konstantinopel adalah hadis dari Abu Qobil, beliau berkata, “Kami berada di sisi Abdullah bin Amr bin Ash dan beliau ditanya tentang mana kota yang dibuka terlebih dahulu, apakah Konstantinopel ataukah Romawi? Maka beliau meminta untuk diambilkan sebuah kotak, lalu beliau mengeluarkan sebuah kitab lalu berkata, ‘Berkata Abdullah bin Mas’ud, ‘Tatkala kami bersama Rasulullah saw. untuk menulis, tiba-tiba beliau ditanya, ‘Manakah kota yang terlebih dahulu dibuka, apakah Konstantinopel ataukah Romawi?’ Maka beliau menjawab, ‘Yang dibuka terlebih dahulu adalah kota Heraklius.’ Yaitu Konstantinopel.'” (HR Ahmad, Ad-Darimi, dan Al-Hakim).

Sultan Muhammad al-Fatih berambisi menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota Daulah Utsmaniyah. Beliau berusaha mewujudkan hal yang belum mampu diwujudkan oleh para pendahulunya dari kalangan panglima pasukan Islam. [MNews/Rgl]

Sumber: Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Daulah Utsmaniyah, Faktor-Faktor Kebangkitan dan Sebab-Sebab Keruntuhannya, Ummul Qura

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *