Maraknya Kasus HIV/AIDS, Sebuah Fenomena Gunung Es

Maraknya Kasus HIV/AIDS, Sebuah Fenomena Gunung Es

Penulis: Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.

Muslimah News, OPINI — Dunia memperingati tanggal 1 Desember sebagai Hari AIDS. Pada hari itu pula (1-12-2022), Fanpage UNICEF Indonesia memuat data bahwa setiap tahun ada 13 ribu ibu hamil di Indonesia berisiko tertular HIV. Tidak pelak, anak-anak mereka pun berisiko tertular sejak masih dalam kandungan.

Sayangnya, upaya pencegahan penularan HIV/AIDS cenderung stagnan karena berbagai sebab, mulai dari pandemi Covid-19, stigma dan diskriminasi, hingga ketaksetaraan dalam mengakses layanan HIV bagi perempuan, anak, dan remaja.

UNICEF sendiri bersama Kementerian Kesehatan berupaya mengakhiri HIV di Indonesia dengan memastikan pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) dapat diakses dengan mudah. Namun, cukupkah demikian?

Fenomena Gunung Es

Miris, pada hari yang sama, Kemenkes merilis situasi HIV/AIDS di Indonesia yang hingga kini masih ada penambahan kasus. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kasus HIV pada anak. Senada dengan data UNICEF, anak-anak ini rata-rata terinfeksi HIV karena tertular orang tuanya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menyebut jumlah kasus HIV pada anak di bawah 14 tahun sebanyak 12.553 kasus, dengan jumlah anak laki-laki lebih banyak kasus HIV-nya daripada perempuan. Jika dilihat jumlahnya, usia kurang dari empat tahun mendominasi kasus anak dengan HIV.

Dari 12.553 kasus HIV tersebut, yang sudah melakukan pengobatan baru sekitar 7.800 anak dengan 4.764 di antaranya sedang menjalani terapi antiretroviral (ART). Namun masih banyak anak dengan HIV yang belum menjalani pengobatan.

Kemenkes juga menyoroti kasus HIV yang mulai didominasi usia muda. Data terbaru menunjukkan sekitar 51% kasus HIV baru yang terdeteksi diidap oleh remaja. Jika dahulu kasus HIV/AIDS pada anak muda itu akibat pemakaian jarum suntik yang bergantian, tetapi sekarang cenderung akibat hubungan seksual.

Maraknya kasus ini menegaskan bahwa infeksi HIV di Indonesia tidak ubahnya fenomena gunung es. Kasus HIV (dengan masing-masing faktor penyebabnya) yang tidak terdeteksi bisa jadi masih lebih banyak dibandingkan yang sudah terdata. Berdasarkan data modeling AEM, pada 2021 diperkirakan ada sekitar 526.841 orang hidup dengan HIV dengan estimasi kasus baru sebanyak 27 ribu kasus.

Sejak 2010

Angka 12.553 kasus HIV tersebut merupakan akumulasi data selama 12 tahun, yakni sejak 2010 hingga September 2022. Sejak 2010, penanggulangan kasus HIV/AIDS di Indonesia diklaim membaik yang ditandai dengan penurunan kasus infeksi baru.

Meski demikian, penyebaran kasus HIV masih perlu diwaspadai karena penurunan infeksi baru masih belum mencapai target yang diharapkan oleh pemerintah. Apalagi, hadirnya pandemi Covid-19 telah menghambat program pemerintah untuk mewujudkan eliminasi HIV/AIDS 2030.

Menurut pihak Kemenkes, temuan kasus infeksi HIV pada anak menandakan bahwa orang tua perlu mendapatkan akses pengetahuan dan layanan kesehatan kepada anak-anaknya. Hanya saja, akses tersebut masih terbatas pada kalangan tertentu.

Mayoritas Penderita HIV/AIDS adalah Pelaku L687

Lebih menyedihkan lagi, mayoritas penderita HIV/AIDS adalah pelaku L687. Memang, berdasarkan data Kemenkes, penularan HIV di Indonesia masih didominasi kelompok heteroseksual, yakni sebanyak 28,1% dari total keseluruhan kasus. Namun, menyusul 18,7% total keseluruhan kasus di Indonesia dialami oleh kelompok L687.

Hal ini berkelindan dengan catatan Dinas Kesehatan Kota Batam bahwa jumlah kenaikan kasus HIV/AIDS di Kota Batam mencapai 446 orang pada 2022 yang didominasi akibat penyimpangan perilaku pasangan sejenis. Dari 446 kasus positif HIV/AIDS di Batam tersebut, di antaranya meliputi 333 pria dan 113 perempuan, terdiri dari 2.594 orang yang dites, sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 57 orang dari total 8.800 orang terindikasi positif HIV/AIDS.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmardjadi mengatakan bahwa frekuensi peningkatan kasus HIV/AIDS karena pasangan sejenis bukan hanya terjadi di Batam, melainkan juga Indonesia secara nasional, bahkan di negara lain.

Omong Kosong HAM

Hak asasi manusia (HAM) selama ini acapkali menjadi alibi terkuat untuk menepis stigma terhadap perilaku seks bebas dan L687. Seks bebas diposisikan sebagai aspek individualisme yang menjadi jargon besar pemikiran sekuler yang lahir dari ideologi kapitalisme.

Demikian halnya L687, para pelaku dan pembelanya selama ini mati-matian mencari celah untuk memperjuangkan nasib L687 yang konon selalu tersingkir dan terdiskriminasi oleh masyarakat umum. Tidak heran, mayoritas negara maju pengasong sekularisme pun ramai-ramai melegalkan pernikahan sesama jenis demi tunainya kebebasan berperilaku yang tidak lain adalah salah satu pilar sistem demokrasi, sistem yang mewadahi penerapan kapitalisme.

Kasus HIV/AIDS adalah data yang selalu disembunyikan agar pelaku L687 mendapatkan ruang dalam tata pergaulan normal di tengah masyarakat. Padahal, keberadaan mereka sejatinya adalah racun yang sangat menghancurkan masyarakat.

Bagaimanapun, HIV/AIDS adalah akibat pasti bagi pelaku seks bebas, terlebih jika mereka L687. Namun, data HIV/AIDS sangat jarang diungkap ketika mereka sedang berbusa-busa mengampanyekan ide sesat seks bebas dan L687.

Jelas, perjuangan atas nama HAM yang mereka dengungkan selama ini sejatinya hanyalah omong kosong besar agar ide busuk mereka dapat selalu terkemas manis dan terus tersebar untuk menghancurkan generasi, terkhusus di negeri-negeri muslim.

Aturan Tegas

Islam memiliki aturan tegas perihal seks bebas dan L687. Islam adalah aturan yang bersumber dari Allah Taala, Sang Khalik yang menciptakan manusia dan Maha Mengetahui fitrah manusia. Allah telah menyediakan aturan yang juga pasti sesuai fitrah manusia itu sendiri.

Pembangkangan manusia pada aturan Allah telah menyebabkan kebebasan berperilaku tumbuh subur, khususnya dalam naungan payung individualisme yang terjamin oleh sistem demokrasi dan kapitalisme dengan aturan sekuler yang menjadi pelumasnya.

Jika mayoritas kasus HIV/AIDS tersebab oleh perilaku seks bebas terutama oleh pasangan sesama jenis, lihatlah bahwa Islam sungguh telah menyediakan aturan mengenai haramnya hubungan sesama jenis. Islam juga mengharamkan seks bebas dengan lawan jenis. Islam bahkan telah menutup pintu-pintu menuju liberalisasi seksual (zina), seperti pergaulan bebas (dengan lawan jenis maupun sejenis), bercampur baur dengan lawan jenis (ikhtilat), dan berdua-duaan antara lawan jenis tanpa disertai mahram (khalwat).

Allah Taala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’ [17]: 32).

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nuur [24]: 2).

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling aku takuti pada umatku adalah munculnya perilaku kaum Luth.” (HR Tirmidzi).

Beliau saw. juga bersabda, “Siapa yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan homoseksual seperti kelakuan kaum Luth, maka bunuhlah keduanya (pelaku dan objeknya).” (HR Ahmad dan Abu Daud).

Jika aturan Islam diterapkan, perilaku seks bebas dapat dihentikan. Kasus HIV/AIDS tidak lagi menjadi fenomena gunung es. Jelas, Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu memutus rantai liberalisasi seksual.

Khatimah

Sungguh, keterikatan seorang muslim terhadap aturan Allah adalah salah satu benteng pelindung dari liberalisasi seksual, selain kontrol masyarakat dan penerapan aturan Islam oleh negara Islam (Khilafah). Dengan Islam, manusia tidak akan berpikir tentang liberalisasi seksual, alih-alih L687, karena kedua hal ini adalah tindak kriminal/kejahatan besar (jarimatul kubra).

Rasulullah saw. telah mengingatkan dalam sabdanya, “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR Bukhari).

Liberalisasi seksual, baik dengan lawan jenis maupun sejenis, memiliki sanksi yang luar biasa tegas dalam Islam. Sanksi zina dan hubungan sejenis hanya akan mandul jika memang ada ideologi jahat yang melindungi kriminalitas itu. Wallahualam bissawab. [MNews/Gz]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *