Harga Ayam Anjlok, Peternak Terpojok

Harga Ayam Anjlok, Peternak Terpojok

Penulis: Nida Alkhair

Muslimah News, OPINI — Apa kabar harga ayam? Berkebalikan dengan harga telur yang sedang melejit, harga ayam justru anjlok. Bagi mak-mak, tentu senang jika harga ayam turun karena anggaran untuk masak jadi lebih hemat. Namun, jika harga ayam anjlok, bagaimana nasib para peternak?

Anjloknya harga ayam jelas membuat para peternak terpojok, tidak bisa berbuat apa-apa. Oleh karenanya, mereka bersiap untuk melakukan demonstrasi. Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) dan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia juga mengadukan nasib mereka pada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. (Detik, 01/09/2022).

Tidak hanya mengadukan nasib, para peternak juga mengungkap penyebab anjloknya harga ayam. Menurut mereka, selain faktor permintaan dan penawaran, anjloknya harga ayam juga disebabkan harga saat ini mengikuti mekanisme pasar. Mekanisme pasar ini ditentukan oleh pemilik ayam terbanyak, yaitu perusahaan ayam broiler terbesar se-Indonesia.

Sebagai informasi, jumlah peternak ayam mandiri hanya 15% dari seluruh populasi. Sementara itu, pasar ayam pedaging dikuasai oleh empat perusahaan besar yang memiliki 80% dari populasi ayam. Empat perusahaan tersebut adalah PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Malindo Feedmill Tbk, dan PT Super Unggas Jaya (SUJA).

Oligopoli Mendikte Harga

Sebenarnya, pembentukan harga merupakan perkara alami sesuai pergerakan permintaan dan penawaran. Ketika penawaran naik dan permintaan tetap, harga akan turun. Ketika permintaan naik dan penawaran tetap, harga akan naik. Terus seperti itu sehingga naik turunnya harga wajar adanya.

Harga yang ideal bukanlah yang murah atau yang mahal. Harga yang ideal berada pada interval tertentu yang rakyat bisa menjangkaunya dan peternak mendapatkan untung. Jika harga ayam terlalu mahal, rakyat terancam tidak mendapatkan asupan protein yang penting bagi tumbuh kembang generasi. Jika harga anjlok, peternak akan gulung tikar. Kalau banyak peternak berguguran, suplai akan terganggu dan memunculkan masalah baru.

Saat ini, harga ayam di tingkat peternak anjlok, tetapi harga di pasar relatif tetap. Di pasar, harga ayam masih berada di kisaran Rp35.000—39.000/kg. Jauh berbeda dengan harga ayam di peternak yang hanya Rp14.000—17.000/kg.

Harga yang demikian rendah tentu membuat peternak rugi. Biaya produksi yang dikeluarkan peternak saat ini mencapai Rp20.000—21.000/kg. Artinya, peternak rugi Rp4.000—6.000/kg. Apabila kondisi sekarang terus berlanjut, banyak peternak kecil yang akan kolaps.

Penetapan Harga Bukan Solusi

Sebenarnya, sudah ada regulasi terkait harga pangan, yaitu Permendag 7/2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Namun, aturan ini tidak efektif melindungi peternak.

Berdasarkan pengakuan para peternak kepada Mendag, ketika harga berada di atas harga acuan, peternak sering dimintai keterangan oleh Satgas Pangan. Namun, ketika harganya berada di bawah harga acuan, tidak ada solusi dari pemerintah.

Akhirnya, kita bisa menyadari kebenaran ajaran Islam terkait haramnya pematokan harga (tas’ir).

 غَلَا السِّعْرُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ, لَوْ سَعَّرْتَ, فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ الْخَالِقُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ الْمُسَعِّرُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهُ وَلاَ يَطْلُبُنِي أَحَدٌ بِمَظْلِمَةٍ ظَلَمْتُهَا إِيَّاهُ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ

Harga melonjak pada masa Rasulullah saw., lalu mereka berkata, “Ya Rasulullah, andai saja Anda mematok harga.” Beliau saw. bersabda, “Sungguh Allahlah Yang Menciptakan, Yang Menggenggam, Yang Melapangkan, Yang Memberi Rezeki, dan Yang Menetapkan Harga. Aku sungguh berharap menjumpai Allah dan tidak ada seorang pun yang menuntutku dengan kezaliman yang aku lakukan kepadanya dalam hal darah dan tidak pula harta.” (HR Ahmad)

Pematokan harga secara syar’i terlarang dan secara praktis tidak efektif mengendalikan harga. Sudah seharusnya kebijakan ini ditinggalkan. Lantas, apa solusinya?

Jika kita menelusuri komponen harga ayam, tampak bahwa tingginya harga pakan ayam menyebabkan margin keuntungan yang didapatkan peternak rendah. Harga tersebut ditentukan oleh perusahaan-perusahaan besar produsennya.

Mirisnya, saat peternak kecil kelimpungan karena harga ayam anjlok, empat perusahaan besar penguasa pasar tidak mengalaminya karena mereka menguasai rantai produksi dari hulu hingga hilir. Mulai dari produksi pakan ternak, pembibitan, pengembangbiakan ayam, peternakan ayam, industri pengolahan, hingga minimarket. Pantas saja mereka menguasai pasar dan mampu mendikte harga.

Inilah gambaran oligopoli dalam menguasai pasar. Mereka—empat perusahaan besar penguasa pasar ayam pedaging—mampu mengondisikan harga pasar agar naik maupun turun. Ini karena mau harga naik ataupun turun, mereka tetap untung. Berbeda dengan peternak kecil yang harus membeli pakan dengan harga tinggi, lantas menjualnya dengan harga rendah, meski harga ayam di pasar sedang tinggi.

Demikianlah, harga pasar yang tinggi tidak selalu menguntungkan peternak karena harga di pasar dengan harga di kandang terdapat selisih yang signifikan.

Tanggung Jawab Negara

Negara wajib turun tangan terhadap kesulitan yang dihadapi para peternak. Negara tidak cukup sekadar memanggil perusahaan penguasa pasar dan meminta mereka menaikkan harga ayam di kandang.

Yang terjadi saat ini adalah bahwa perusahaan besar, dengan modal besarnya, “memakan” produsen kecil. Caranya adalah dengan mempermainkan harga hingga produsen kecil kolaps dan tersisalah perusahaan besar yang makin memonopoli pasar. Inilah yang disebut dengan akumulasi modal, sebuah fenomena yang khas terjadi di dalam sistem kapitalisme.

Oleh sebab itu, negara harus menghentikan praktik oligopoli ini dan mengembalikan kenormalan pasar sehingga persaingan kembali berjalan sehat. Setiap produsen bisa leluasa memproduksi ayam dan menikmati keuntungannya.

Solusi Khilafah

Terhadap persoalan tersebut, negara bersistem Islam (Khilafah) akan membuat regulasi administratif yang mencegah terjadinya monopoli maupun oligopoli. Perusahaan tidak akan dibolehkan menguasai pasar dari hulu hingga hilir. Negara akan melakukan fungsi pengawasan terhadap harga pangan (termasuk ayam) setiap hari di pasar.

Negara juga akan memberikan fasilitas yang memudahkan peternak. Misalnya pemberian modal untuk memperbesar usaha sehingga secara keuangan lebih efisien. Juga pengawasan produksi dan distribusi pakan ternak agar mudah diakses peternak dengan harga yang realistis.

Negara tidak akan mematok harga daging ayam, melainkan akan menyelesaikan problem produksi dan distribusi sehingga harga bisa menguntungkan semua pihak, baik produsen maupun konsumen. Negara pun akan mendorong industri dalam negeri untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri sehingga pasar pakan, ayam, dan lain-lain tidak dikuasai perusahaan asing.

Yang terpenting, negara tidak akan tunduk pada kekuatan korporasi, apalagi korporasi asing. Negara akan berlaku adil menerapkan syariat sehingga tidak ada anak emas yang diistimewakan, sedangkan yang lain dipinggirkan. Dengan demikian kesejahteraan akan dirasakan oleh semua pihak. [MNews/Gz]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *