Aisyah ra., Peta Jalan Muslimah

Aisyah ra., Peta Jalan Muslimah

Muslimah News, KISAH INSPIRATIF — Aisyah ra. adalah anak dari Abu Bakar Shiddiq dari pernikahannya dengan Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir Al Kinaniyah. Di rumah yang dinaungi dengan kebenaran, kejujuran, dan iman inilah Aisyah dilahirkan, tepatnya di Makkah, 7 tahun sebelum hijrah.

Ia termasuk orang yang dilahirkan semasa Islam. Dari keluarga yang baik inilah, Allah menempatkan Aisyah sebagai individu yang baik pula hingga akhirnya memiliki kedudukan yang besar di antara perempuan Islam. Aisyah diberi julukan Ash – Shiddiqah binti Ash Shiddiq (Perempuan yang sangat jujur, putri dari orang yang sangat jujur).

Ia dipilih oleh Allah sebagai istri Nabi Muhammad saw. Diriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Saya bermimpi melihatmu dua kali atau tiga kali, malaikat datang membawamu pada sehelai kain sutera, lalu malaikat itu berkata kepadaku, ‘Ini adalah istrimu.’ Maka saya membuka kain penutup muka dan ternyata engkaulah orangnya. Maka saya berkata, ‘Kalau hal ini dari Allah, maka Dia pasti akan meluluskannya’ .(HR Bukhari dan Muslim)

Terhimpun dalam dirinya ilmu dan keutamaan, yang menjadikan dirinya sebagai sosok yang harum dalam perasaan karena ia telah meninggalkan jejak yang diberkahi di dunia ini.

Berkaitan dengan ketinggian ilmunya, para sahabat dan tabi’in mengomentarinya, Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan, “Aku tidak mengetahui seorang pun yang lebih mengerti tentang sunah Rasul yang lebih mengena pendapatnya, lebih tahu tentang ayat Al-Qur’an yang turun, serta lebih mengerti tentang hal-hal fardu, selain Aisyah.”

Ibnu Abdil Bar mengatakan, “Aisyah memiliki pengetahuan yang tinggi dalam bidang tafsir, hadis, fikih juga dalam bidang pengobatan, syair dan silsilah.”

Abu Bard bin Abu Musa mengisahkan dari ayahnya, “Kami para sahabat Rasul tidaklah menghadapi suatu kesulitan lantas kami tanyakan kepada Aisyah, melainkan kami mendapatkan penyelesaian yang baik darinya. Aku melihat guru-guru para sahabat besar bertanya kepada Aisyah tentang faraidh.”

Sahabat Urwah bin Zubair berkata, “Aku tidak pernah mengetahui seorang pun yang lebih mengerti tentang Al-Qur’an dan ketentuan-ketentuannya, tentang halal haram, tentang syair, tentang pembicaraan dan nasab bangsa Arab selain Aisyah.”

Abu Umar berkata, “Pada zamannya tidak ada seorang pun yang menandingi Aisyah dalam bidang ilmu fikih, ilmu pengetahuan dan ilmu syair.”

Demikianlah Aisyah, perempuan yang paling mendalam ilmunya. Sampai-sampai Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan pun biasa mengirim utusan kepadanya untuk menanyakan As-Sunah. Suatu hal yang tidak dapat disangsikan lagi, karena Ash-Shiddiqah tumbuh di rumah Ash-Shiddiq, lalu hidup di rumah Nubuwwah, menciduk dari sumber Nabawi yang murni, terlibat secara langsung dalam sebab-sebab turunnya Al-Qur’an.

Cukuplah baginya bahwa rumahnya sebagai tempat turunnya wahyu sehingga tidak mengherankan jika dia merupakan perempuan yang paling mendalam ilmunya. Karena itulah ilmu dan keutamaannya menyebar ke seluruh pelosok negeri, melebihi orang lain dalam berbagai macam hal yang wajib dan sunah.

Aisyah juga merupakan perawi hadis yang handal. Ia termasuk salah satu dari tujuh orang yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Nabi saw., bahkan menerima hadis langsung dari Rasulullah.

Aisyah juga memiliki kelebihan dalam menukil sunah Nubuwwah yang berupa perbuatan, lalu ia mengajarkan kepada kaum muslim lainnya. Ia meriwayatkan hadis dari Rasulullah sebanyak 2210 hadis, yang terdapat dalam sahih Bukhari-Muslim sebanyak 297 hadis, yang disepakati oleh Imam Bukhari-Muslim sebanyak 174 hadis, sedangkan yang diriwayatkan Bukhari sendiri sebanyak 54 hadis dan Muslim sendiri 69 hadis.

Aisyah, Ummul Mukminin menjadi teladan dalam zuhud, kemurahan hati dan kedermawanan. Ia mencapai derajat zuhud yang tinggi karena ia lebih sering berpaling dari dunia dan menghadap kepada Allah untuk melaksanakan ibadah. Hampir tidak ada harta yang ada di tangannya walau hanya beberapa saat, melainkan dia menyalurkannya kepada orang-orang miskin.

Di antara gambaran kedermawanannya, sampai-sampai dia pernah membagi-bagikan seratus ribu dirham hanya dalam satu hari, yang pada hari itu dia berpuasa tanpa menyisakan satu dirham pun di dalam rumahnya.

Dalam hal ibadah pun tidak ada yang meragukan bahwa Aisyah orang yang paling dekat dengan Rasulullah sehingga ibadahnya dianggap sebagai gambaran sederhana dari ibadah beliau. Aisyah banyak mendirikan salat sunah, terutama salat malam.

Tentang puasanya, maka ia senantiasa berpuasa ad-dahr (sehari puasa sehari tidak, seperti puasa Dawud). Aisyah adalah orang yang tidak pernah berdiam diri ketika ada sahabat yang salah dalam memahami Al-Qur’an dan Sunah atau melanggar hukum syariat.

Diriwayatkan dari Ubaidillah bin Umair, ia berkata, “Terdengar oleh Aisyah bahwa Abdullah bin Amr memerintahkan para perempuan untuk membuka sanggulnya ketika mandi besar. Maka Aisyah berkata, ‘Alangkah mengherankan Ibnu Amr ini, ia perintahkan para perempuan agar membuka sanggulnya ketika mandi, mengapa tidak mencukur rambutnya sekalian? Sungguh saya pernah mandi bersama Rasulullah saw. dari satu bak dan saya tidak lebih hanya menyiram kepalaku tiga kali.’” (HR Muslim).

Ia pun pernah menghadapi perempuan-perempuan Himsh sambil berkata, “Barangkali kalian termasuk perempuan-perempuan pemandian umum. Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Siapapun perempuan yang melepas pakaian di luar rumah suami, berarti dia telah merusak tabir antara dirinya dengan Allah.’” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Ketika Aisyah melihat perubahan mode pakaian dari sebagian perempuan sepeninggal Rasulullah, ia mengingkarinya seraya berkata, “Seandainya Rasulullah melihat apa yang dilakukan perempuan sekarang, niscaya beliau akan melarang mereka pergi ke masjid sebagaimana perempuan-perempuan Bani Israil dahulu.”

Aisyah juga merupakan salah seorang perempuan yang tangguh dalam berjihad. Sewaktu perang Uhud, ia ikut mengangkuti air di pundaknya bagi para mujahidin, padahal usianya masih sangat muda, kurang lebih sebelas tahun.

Anas bin Malik meriwayatkan, “Aku melihat Aisyah binti Abubakar dan Ummu Sulaim, keduanya menyingsingkan ujung pakaiannya. Keduanya mengangkuti geriba air di atas pundak lalu memberi minum orang-orang yang terluka. Kemudian keduanya kembali dan memenuhi geriba itu, lalu memberi minum mereka.” (Muttafaq ‘alaih)

Demikian pula ketika perang Khandaq, Aisyah terjun langsung dalam perang tersebut bergabung dengan para sahabat, di mana pada waktu itu Aisyah maju mendekati front mujahidin paling depan.

Riwayat hidup Aisyah merupakan cermin bagi para pemudi, yang dari perjalanan hidup itu mereka dapat mengetahui cara memiliki kepribadian kuat tanpa harus merendahkan diri. Cara menjaga kebagusan lahiriah, tetapi penuh ketundukan dan kesederhanaan.

Cara memahami dan mendalami agama sehingga menjadi sumber argumentasi, memahami kata-kata agama ke dalam amalan-amalan nyata, memberikan buah pikiran dan material demi menegakkan agama Allah. Juga cara menata kehidupan suami-istri hingga dapat membangkitkan semangat suami, yang dengan semangat ilmunya berupaya meraih kejayaan.

Aisyah telah memberikan teladan yang sangat banyak. Ia menjadi rujukan dalam menyelesaikan berbagai keputusan dan masalah agama. Ketajaman pemikiran, keluhuran akhlak, dan kelemah lembutan sikapnya terhadap Rasulullah telah menjadikan dirinya sangat terpercaya dalam bidang hadis syarif.

Ia tidak pernah ragu-ragu memberi pelayanan kepada orang-orang yang berperang dan membantu memenuhi keperluan mereka. Kelemahlembutannya dan kebaikannya terhadap orang lain menyebabkan ia mampu mengalahkan kepentingan pribadi demi kepentingan orang lain. Ia juga tidak rela orang lain melakukan suatu perbuatan yang melanggar syariat Allah.

Oleh karenanya, ia senantiasa mengoreksi dan mengingatkan para sahabat dan senantiasa meluruskan jika terdapat pemahaman yang salah terhadap ayat-ayat Al-Qur’an ataupun hadis Rasulullah. Wallahualam. [MNews/Has]

Sumber foto: iStock

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *