[Tanya Jawab] Betulkah Umat Terbelah Menjadi 73 Golongan?

[Tanya Jawab] Betulkah Umat Terbelah Menjadi 73 Golongan?

Oleh: K.H. Hafidz Abdurrahman, M.A.

Muslimah News, TANYA JAWAB — Soal:

Hadis tentang perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan sangat populer di tengah masyarakat. Bahkan sampai ada yang mengatakan, mustahil umat Islam bisa disatukan kembali karena itu sudah dinyatakan oleh Nabi saw.. Benarkah demikian?

Jawab:

Hadis yang dimaksud ada beberapa riwayat. Sebagiannya ada tambahan yang berbeda-beda. Kami menyimpulkan di akhirnya, “Hadis umat terpecah menjadi 73 firkah tanpa tambahan adalah sahih.”

Tambahan pertama, ”kulluhâ fî an-nâri illâ wâhidat[an] (semuanya di neraka, kecuali satu),” dinilai hasan oleh banyak ulama. Adapun tambahan kedua, ”kulluhâ fî al-jannati illâ wâhidat[an] (semuanya di surga, kecuali satu),” telah didaifkan oleh banyak ulama. Yang menyahihkan atau menghasankan hadis ini sedikit sekali.

Atas dasar itu, yang dirajihkan adalah hadis dengan tambahan yang berbunyi, ”kulluhâ fî an-nâri illâ wâhidat[an] (semuanya di neraka, kecuali satu)”.

Berdasarkan ini, riwayat-riwayat yang bisa dijadikan sandaran dan digunakan istidlal adalah riwayat-riwayat berikut:

Pertama, Abu Hurairah ra., menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,

تَفَرَّقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ أَوْ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَالنَّصَارَى مِثْلَ ذَلِكَ وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً

“Orang Yahudi telah terpecah menjadi 71 atau 72 firkah. Orang Nasrani telah terpecah menjadi semisal itu. Umatku akan terpecah menjadi 73 firkah.” (HR At-Tirmidzi).

Di sini ada riwayat dari Saad, Abdullah bin Amru dan ‘Awf bin Malik. Imam at-Tirmidzi berkomentar, “Hadis Abu Hurairah adalah hasan shahih.”

Dalam riwayat at-Tirmidzi lainnya, dari Abdullah bin Amru, beliau berkomentar: Rasulullah saw. bersada,

وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“Sungguh Bani Israel telah terpecah di atas 72 millah. Umatku akan terpecah di atas 73 millah. Semua di neraka, kecuali satu millah.” Mereka berkata, “Siapa, ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “Apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.” (HR At-Tirmidzi).

Imam at-Tirmidzi berkomentar, “Hadis ini hasan gharib.”

Kedua, dari Abu ‘Amir Abdullah bin Luhayyi. Ia berkata: Kami pernah beradu argumetasi dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Kemudian ia berdiri ketika salat zuhur di Makkah. Lalu ia berkata, Nabi saw. pernah bersabda,

إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ تَفَرَّقُوا في دِينِهِمْ عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَتَفْتَرِقُ هَذِه الْأُمَّة عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ كُلُّهَا في النَّارِ إِلَّا وَاحِدَة وَهِي الْجَمَاعَة

“Sungguh ahlulkitab telah terpecah dalam agama mereka di atas 72 milah. Umat ini akan terpecah di atas 73 milah. Semuanya di neraka kecuali satu, yaitu al-jamaah.” (HR Al-Hakim).

Al-Hakim berkata, “Sanad-sanad ini telah ditegakkan hujah dalam penyahihan hadis ini dan disetujui oleh Adz-Dahabi.”

Ketiga, Abu Dawud dan Ibnu Majah mengeluarkan hadis yang serupa di dalam Sunan Ibn Majah.

Makna yang dirajihkan untuk hadis di atas adalah sebagai berikut:

Pertama, kata al-firqah dan at-tafarruq. Penggunaannya di dalam syariat umumnya merujuk pada konotasi “perbedaan di dalam akidah, pokok agama, perbedaan dalam hal-hal yang qath’i dan bukti-bukti yang jelas (al-bayyinât).” Ini bisa dibuktikan dalam beberapa ayat Al-Qur’an (Lihat, misalnya: QS Ali Imran [3]: 105; QS Al-Bayyinah [98]: 4; QS Ali ‘Imran [3]: 19; QS Al-An’am [6]: 159).

Kedua, kata, “al-jama’ah” di dalam hadis-hadis ini, penggunaannya di dalam syariat umumnya digunakan untuk menyebut jemaah kaum muslim (jamâ’ah al-muslimîn), yaitu masyarakat yang berdiri berdasarkan akidah Islam. Dari Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda,ِ

“Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah Rasulullah kecuali dengan satu dari tiga perkara: orang yang sudah menikah berzina; jiwa karena membunuh jiwa; dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jemaah.” (HR Muslim).

Di dalam hadis yang mulia ini, Nabi saw. menjelaskan bahwa meninggalkan jemaah adalah keluar dari agama dan meninggalkannya. Beliau menjadikan orang yang meninggalkan agamanya sebagai orang yang memisahkan dari (mufâriqu) jemaah. Oleh karena itu, bisa dipahami bahwa memisahkan dari (mufâriqu) jemaah dengan makna ini adalah kufur dan keluar dari agama dan milah.

Ibn Hajar al-Asqalani, dalam Fathu al-Bârî Syarhu Shahîh al-Bukhârî, menjelaskan:

Sabda Nabi saw., “al-mufâriqu li dînihi at-târiku li al-jamâ’ati (memisahkan dari agamanya meninggalkan jemaah) ada dalam riwayat Abu Dzar dari al-Kusymihani. Untuk yang lain, “wa al-mâriqu min ad-dîn (keluar dari agama).”

Menurut An-Nasafi, As-Sarakhsi dan Al-Mustamli, “wa al-mariqu li dînihi” (keluar dari agamanya). Ath-Thaybi berkata, “al-mâriqu” adalah at-târiku (yang meninggalkan] dari al-murûq, yaitu al-khurûj (keluar).

Di dalam riwayat Muslim, “wa at-târiku li dînihi al-mufâriqu li al-jamâ’ati (meninggalkan agamanya, memisahkan dari jemaah)”.

Di dalam riwayat Ats-Tsauri, “al-mufâriqu li al-jamâ’ati (memisahkan agamanya)”. Yang dimaksudkan dengan jemaah adalah jemaah kaum muslim (jamâ’ah al-muslimîn), yakni memisahkan atau meninggalkannya dengan murtad. Jadi ini merupakan sifat untuk orang yang meninggalkan atau memisahkan. Al-Baydhawi berkata, ”at-târiku li dînihi” (meninggalkan agamanya) merupakan sifat yang menegaskan ”al-mâriq”, yakni orang yang meninggalkan jemaah kaum muslim (Jamâ’ah al-Muslimîn) dan keluar dari mereka semua.”

Ketiga, ada sabda Rasul saw. dalam riwayat-riwayat yang berbeda untuk hadis tersebut, “Umatku terpecah”, “Umat ini terpecah”, “dan bahwa milah ini akan terpecah.”

Jelas, umat atau milah di sini adalah umat Islam yang mengimani agama Islam. Rasul saw. dalam satu riwayat, telah menyandarkan kata ummah kepada diri beliau sendiri “ummati” (umatku). Beliau, dalam riwayat lain, memakrifatkannya, dengan menyatakan, “hâdzihi al-ummah” (umat ini), atau “wa hâdzihi al-millatu” (dan milah ini). Jelas, hadis ini tentang umat tertentu dan tentang milah tertentu, yaitu umat Islam.

Keempat, ikhtilaf (perbedaan) di dalam Islam ada yang tercela dan ada yang terpuji. Ikhtilaf yang terpuji adalah ikhtilaf dalam masalah ijtihadiyah berdasarkan ikhtilaf (perbedaan) dalam memahami nas-nas. Untuk orang yang benar, di dalamnya ada dua pahala. Untuk orang yang salah, ada satu pahala (HR Al-Bukhari di dalam Sahîh-nya dari Amru bin al-‘Ash ra.).

Adapun ikhtilaf (perbedaan) yang tercela, di antaranya perbedaan (ikhtilaf) dalam akidah, atau bukti-bukti yang jelas dan nas-nas qath’i. Ini merupakan perbedaan yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Antara lain perbedaan (ikhtilaf) yang berdasarkan hawa nafsu, seperti perbedaan penganut bidah yang tidak sampai kafir, karena bidah mereka. Juga perbedaan (ikhtilaf) terhadap imam dan ketaatan kepada imam sampai perbedaan-perbedaan lainnya yang tercela, yang pelakunya tidak sampai keluar dari Islam.

Berdasarkan beberapa keterangan di atas, kita bisa memahami hadis yang mulia seputar umat Yahudi, umat Nasrani, dan umat Islam yang terpecah. Kesimpulannya sebagai berikut:

Pertama, Allah Swt. mengutus Nabi Musa as. dengan membawa agama yang hak kepada Bani Israil. Mereka yang beriman dan berkumpul bersama Nabi Musa as. di atas akidah dan tauhid yang hak. Dengan begitu mereka menjadi satu milah mukminah (agama orang yang beriman). Namun, seiring waktu, ada di antara mereka yang keluar dari milah ini. Kelompok manusia yang bersama mereka berbeda dalam agama.

Mereka terpecah sampai 70 atau 71 firkah. Semuanya merupakan milah kufur dan termasuk penghuni neraka. Adapun milah yang tetap berada di atas agama Nabi Musa, yaitu kelompok ke-71 atau ke-72 adalah termasuk pengikut kebenaran (ahlu al-haqq). Mereka adalah penghuni surga dan firkah yang selamat.

Kedua, Allah Swt. pun mengutus Isa as. dengan membawa agama yang hak kepada Bani Israil. Lalu berimanlah orang yang beriman. Mereka berkumpul bersama Isa as. di atas akidah dan tauhid yang hak. Dengan itu mereka menjadi satu milah mukminah (agama bagi orang yang beriman). Namun, seiring waktu, ada di antara mereka yang keluar dari milah ini. Kelompok manusia yang bersama mereka berbeda dalam agama. Mereka terpecah belah dalam perkara akidah, bukti-bukti yang jelas dan perkara-perkara qath’i dalam agama Isa as.. Akibatnya, mereka keluar dari agama Isa as. dan menjadi kafir. Kelompok ini mencapai 71 firkah. Semuanya merupakan milah kufur dan termasuk penghuni neraka.

Adapun milah yang tetap di atas agama Isa as., yakni kelompok ke-72, adalah termasuk pengikut kebenaran (ahlu al-haqq) dan penghuni surga. Itulah kelompok yang selamat.

Ketiga, Allah Swt. pun mengutus Nabi Muhammad saw. dengan membawa agama yang hak dan akidah tauhid. Lalu berimanlah orang yang beriman. Mereka berkumpul di atas akidah yang diimani oleh Nabi Muhammad saw.. Dengan berkumpulnya mereka, mereka menjadi umat Islam, milah Islam, dan al-jama’ah. Namun, ada dari kaum muslim yang telah keluar (dan akan keluar) dari agama Muhammad saw.. Mereka telah meninggalkan (dan akan menanggalkan) apa yang dipedomani oleh Nabi saw., para sahabat, dan jemaah kaum muslim berupa keimanan pada akidah Islam, mengambil perkara-perkara qath’i Islam, dan bukti-buktinya yang jelas. Setiap kaum dari mereka yang keluar dari Islam itu menjadi firkah dan milah yang berbeda dari milah Islam. Sebabnya, mereka mengimani akidah-akidah yang menyalahi akidah Islam.

Kelompok (firkah) yang para pengikutnya berasal dari pemeluk Islam kemudian keluar dari Islam itu mencapai mencapai 72 firkah atau milah. Semuanya merupakan firkah kafir dan mereka termasuk penghuni neraka. Tinggal firkah/milah ke-73, yaitu firkah induk yang merupakan al-Jamâ’ah dan milah Islam yang mengimani apa yang dipegang teguh oleh Nabi saw. dan para sahabat yang mulia; berpegang dengan perkara-perkara qath’i dari ajaran Islam dan bukti-bukti yang nyata. Itulah umat Islam yang mengimani Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta al-qadha’ dan al-qadar. Itulah umat Islam secara umum. Itulah kelompok yang selamat (al-firqah an-nâjiyah) dan merupakan penghuni surga. Mereka merupakan kelompok dan milah yang berhimpun di atas apa yang dipegang teguh oleh Nabi saw. dan para sahabat. Itulah al-jama’ah.

Berdasarkan penjelasan ini, makna hadis di atas, dan faktanya, bisa disimpulkan sebagai berikut:

Pertama, kelompok yang selamat (al-firqah an-nâjiyah) adalah umat Islam dengan pemahamannya yang umum, yaitu mereka yang berhimpun di atas dasar akidah Islam dan perkara-perkara agama yang qath’i, serta bukti-buktinya yang jelas. Meski demikian, bisa saja para pengikutnya berbeda pandangan, pendapat, dan mazhab dalam masalah-masalah cabang akidah dan hukum-hukum syariat. Pasalnya, keselamatannya dan keberadaannya termasuk penghuni surga adalah keimanannya kepada akidah Islam, perkara-perkara qath’i dalam Islam dan bukti-buktinya yang jelas.

Atas dasar itu maka:

Ahlusunah waljamaah dari kalangan ahli kalam (seperti Al-Asy’ariyah, Al-Maturidiyah, dan seluruh mazhab kalam, juga mereka yang disebut dengan lafaz “as-salafiyah”), ahlul hadis, dan yang lain merupakan para pemilik pendapat dan mazhab pemikiran yang islami. Mereka semuanya, dengan izin Allah, termasuk kelompok yang selamat ini. Sebabnya, mereka termasuk para pengikut Muhammad saw.. Mereka mengimani akidah Islam, perkara-perkara qath’i dalam Islam dan bukti-buktinya yang nyata. Adanya sejumlah perbedaan di antara mereka tidak mengeluarkan mereka dari Islam.

Mazhab-mazhab fikih yang berbeda, baik Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, Hanabilah, dan mazhab-mazhab lain selain mereka, juga para pengikut para mujtahid yang berbeda-beda, mereka semuanya, dengan izin Allah, termasuk pengikut kelompok yang selamat. Sebabnya, mereka termasuk para pengikut Nabi Muhammad saw. Mereka pun mengimani akidah Islam, perkara-perkara qath’i di dalam Islam dan bukti-buktinya yang nyata. Adanya sejumlah perbedaan di antara mereka juga tidak mengeluarkan mereka dari Islam.

Jemaah-jemaah Islam dan gerakan-gerakan yang beraktivitas di tengah masyarakat pada saat ini seperti Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh, Salafi, dan yang lain, mereka semuanya, dengan izin Allah, juga termasuk pengikut kelompok yang selamat. Sebabnya, mereka termasuk para pengikut Muhammad saw.. Mereka pun mengimani akidah Islam, perkara-perkara qath’i di dalam Islam dan bukti-bukti Islam yang jelas. Adanya sejumlah perbedaan di antara mereka, juga tidak mengeluarkan mereka dari Islam.

Oleh karena itu, tidak boleh suatu kelompok dari umat Islam, berdasarkan hadis yang mulia ini, mengeklaim bahwa mereka adalah firkah yang selamat (al-firqah an-nâjiyah) dan kelompok yang selamat (ath-thâifah an-nâjiyah). Sebabnya, makna yang demikian itu mengeluarkan orang yang berbeda dengan mereka di antara kaum muslim dari Islam. Ini tidak boleh.

Kelompok yang dinyatakan keluar dari Islam, dan dengan begitu layak menjadi kelompok yang celaka, termasuk penghuni neraka, adalah kelompok yang menyalahi agama dan memisahkan diri dari akidah kaum muslim dan meninggalkan Islam. Termasuk meninggalkan perkara-perkaranya yang qath’i dan bukti-buktinya yang jelas; juga menyekutukan Allah dengan yang lain, atau mengambil nabi lain setelah Muhammad saw., atau mengingkari sunah Rasulullah saw., dll. Misalnya, penganut Druz, Nushairiyah, Al-Bahaiyah, dan kelompok-kelompok kafir lainnya yang telah keluar dari Islam.

Wallahualam wa ahkam. [MNews/Rgl]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *