[Tanya Jawab] Bagaimana Islam Mendudukkan Hadharah dan Madaniyah?

[Tanya Jawab] Bagaimana Islam Mendudukkan Hadharah dan Madaniyah?

Oleh: K.H. Hafidz Abdurrahman, M.A.

Muslimah News, TANYA JAWAB — Soal:

Setiap umat yang memeluk akidah tertentu pasti mempunyai hadharah yang lahir dari akidahnya. Bagaimana kaum muslim menyikapi hadharah umat lain? Bagaimana pula menyikapi bentuk-bentuk materinya?

Jawab:

Perlu diketahui, para ulama pada masa lalu belum ada yang secara spesifik merumuskan definisi tentang apa itu hadharah. Begitu juga dengan madaniyah. Hal yang sama terjadi pada masalah tsaqafah dan sains (‘ilm). Oleh karena itu, istilah ilmu digunakan oleh para ulama pada masa lalu untuk menyebut tsaqafah, seperti ‘Ilm at-Tajwid, ‘Ilm at-Tawhid, ‘Ilm Al-Qur’an dan lain-lain. Ulama yang pertama kali melakukan klasifikasi ilmu adalah Ibn Khaldun (w. 808 H) dalam kitabnya, Muqaddimah,

“Ketahuilah, ilmu-ilmu yang ditekuni oleh manusia dan mereka sebarkan di tengah masyarakat, baik untuk dihasilkan maupun diajarkan, ada dua kategori: Ilmu thabi’i yang diperoleh manusia dengan menggunakan akal dan pikirannya. Kategori lain adalah ilmu naqli yang didapatkan oleh manusia dari orang pembuatnya. Kategori pertama adalah ilmu hikmah dan filsafat. Yang kedua adalah ilmu naqli yang dibuat dan digunakan yang semuanya itu bersumber pada informasi dari Pembuat syariat.1

Kategori yang dibuat oleh Ibn Khaldun di atas memang belum clear. Artinya belum bisa digunakan untuk melakukan pemilahan dalam konteks kekinian. Apalagi digunakan untuk melakukan filterisasi terhadap budaya asing yang bersumber dari tsaqafah-nya. Sebagai contoh, filsafat dengan berbagai macam turunannya, dalam kategori beliau dimasukkan dalam kategori ilmu thabi’i. Oleh karena itu, kategori beliau jika digunakan untuk menjawab masalah kekinian yang dihadapi oleh kaum muslim jelas belum bisa digunakan sebagai filter secara presisi.

Oleh karena itu, Al-‘Allamah al-Qadhi Syekh Taqiyuddin an-Nabhani (w. 1977 M) telah mengemukakan masalah ini dalam kitabnya, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah al-Juz’ al-Awwal, ketika membahas tentang Tsaqafah dan ‘Ulum.2 Adapun masalah hadharah dan madaniyah telah beliau bahas di dalam kitabnya, Nizham al-Islam.3

Keempat pembahasan ini saling terkait satu sama lain. Tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, keempatnya akan dibahas terlebih dahulu. Baru kemudian kita akan membahas sikap kita terhadap semuanya.

Dalam hal ini perlu dipahami:

Hadharah (peradaban) adalah kumpulan dari sejumlah pemahaman tentang kehidupan, sedangkan madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda yang terindra yang digunakan dalam kehidupan. Hadharah bersifat spefisik mengikuti pandangan hidup tertentu, sedangkan madaniyah ada yang bersifat spesifik dan umum.” 4

Karena hadharah merupakan kumpulan pemahaman tentang kehidupan maka jelas hadharah sangat dipengaruhi oleh akidah. Hadharah Islam didasarkan pada keimanan kepada Allah Swt.. Allah adalah Tuhan Yang Menciptakan alam, manusia, dan kehidupan. Allah menetapkan sistem yang harus digunakan untuk mengatur semuanya. Akidah yang menjadi dasar peradaban Islam adalah keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari kiamat, serta qada dan kadar, baik dan buruknya berasal dari Allah. Oleh karena itu, peradaban Islam dibangun berdasarkan fondasi spiritual.

Adapun pandangan hidup dalam hadharah Islam tecermin dalam falsafah Islam yang terpancar dari akidah Islam yang menjadi fondasi kehidupan dan seluruh aktivitas manusia dalam kehidupan, yaitu mazj al-madah bi ar-ruuh (mengintegrasikan materi dengan ruh). Ini terjadi ketika semua perbuatan manusia dijalankan berdasarkan perintah dan larangan Allah. Kebahagiaan dalam hadharah Islam adalah mendapatkan rida Allah dengan cara melaksanakan semua perintah dan meninggalkan larangan-Nya.

Hadharah Islam ini dibentuk oleh tsaqafah Islam, yaitu pengetahuan yang menjadikan akidah Islam sebagai sebab pembahasannya, baik pengetahuan tersebut berisi akidah dan membahas akidah, seperti ilmu tauhid; atau dibangun berdasarkan akidah Islam, seperti fikih, tafsir, dan hadis; atau pengetahuan yang dituntut untuk memahami hukum yang terpancar dari akidah, seperti pengetahuan yang dituntut untuk berijtihad dalam Islam, seperti ilmu bahasa Arab, musthalah hadis, dan ilmu usul.5 Dengan kata lain, tsaqafah Islam kembali pada Al-Qur’an dan as-sunah. Dari keduanya, dengan memahami keduanya, dan apa yang dituntut oleh keduanya maka semua cabang tsaqafah Islam bisa diperoleh.

Inilah karakteristik hadharah Islam yang merupakan kumpulan pemahaman tentang kehidupan yang dibentuk oleh tsaqafah Islam. Oleh karena itu, hadharah Islam jelas berbeda dengan hadharah non-Islam, baik dalam aspek akidahnya, pandangan hidup, maupun pandangannya tentang kebahagiaan. Dengan kata lain, hadharah Islam berbeda dengan hadharah lain secara diametral, bukan hanya kulitnya dan artifisial.

Berbeda dengan madaniyah dan ‘ulum. Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda yang terindra yang digunakan dalam kehidupan, seperti mobil, ponsel, motor, dan sebagainya. Madaniyah ini ada yang bersifat spesifik yang terpengaruh dengan hadharah tertentu, seperti film porno, kalung salib, dan lain-lain. Hukum membuat, menjual, dan menggunakan madaniyah yang bersifat umum yang tidak terpengaruh dengan hadharah, boleh. Sebaliknya, madaniyah yang bersifat spesifik tidak boleh. Hukum mengadopsi, menerapkan, dan menyebarkan hadharah non-Islam juga sama: tidak boleh.

Adapun ‘ulum, karena tidak dibangun dan lahir dari akidah tertentu maka hukum mempelajari, menggunakan, dan menyebarkannya boleh. Berbeda dengan tsaqafah. Tsaqafah asing (non-Islam) boleh dipelajari untuk diketahui; bukan untuk diadopsi, diterapkan, dan disebarluaskan. Tujuannya adalah untuk dijelaskan, dikritik, dan diruntuhkan agar tidak diambil dan digunakan oleh kaum muslim.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana caranya kita menyikapi hadharah non-Islam? Al-‘Allamah al-Qadhi Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam hal ini menjelaskan dua kriteria: Pertama, pemahaman tentang kehidupan tersebut dibangun berdasarkan akidah Islam (mabniy[un] ‘ala al-‘aqidah al-islamiyah), atau tidak? Kedua, terpancar dari akidah Islam (munbatsaq[un] ‘an al-‘aqaidah al-islaamiyyah), atau tidak? Jika jawabannya iya, maka boleh diambil, digunakan dan disebarluarkan. Jika tidak, tidak boleh.

Dari dua kriteria di atas, bisa disimpulkan bahwa seluruh akidah dan hukum di luar Islam tidak boleh diambil, digunakan, dan disebarluaskan karena semuanya tidak dibangun berdasarkan akidah Islam (mabniy[un] ‘ala al-‘aqidah al-islamiyah) dan tidak terpancar darinya (munbatsaq[un] ‘an al-‘aqidah al-islamiyah). Dalam hal ini Allah Swt. berfirman:

“Siapa saja yang mengambil selain Islam sebagai agama, sekali-kali tidak akan diterima darinya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.”(TQS Ali ‘Imran [3]: 85).

Lebih spesifik, Nabi saw. bersabda, “Sungguh aku adalah manusia. Jika aku memerintah kalian dalam urusan agama kalian, ambillah. Jika aku memerintah kalian dalam urusan pendapatku (bukan agama), maka aku adalah manusia biasa.” (HR Muslim).

Dalam hal ini, Nabi saw. membedakan antara perkara agama yang meliputi seluruh aspek kehidupan, atau hadharah, dengan perkara dunia yang tidak terkait dan terpengaruh dengan agama. Sebut saja sains (‘ulum) dan madaniyah yang bersifat umum. Dalam hal agama, standar atau kriterianya adalah yang dibangun berdasarkan akidah Islam (mabniy[un] ‘ala al-‘aqidah al-islamiyah) dan terpancar darinya (munbatsaq[un] ‘an al-‘aqidah al-islamiyah); atau tidak menentukan apakah pemikiran, pandangan, atau hadharah tersebut bisa diterima, digunakan, dan disebarluaskan atau tidak?

Berbeda dengan sains dan madaniyah, standar dan kriteria yang digunakan untuk mengambil dan menggunakannya adalah: Pertama, muwafaqah aw ‘adam al-muwafaqah (sesuai atau tidak) dengan Islam. Kedua, mukhalafah aw ‘adam al-mukhalafah (menyalahi atau tidak) dengan Islam. Oleh karena itu, jika sains dan madaniyah itu sesuai dengan Islam dan tidak menyalahinya, boleh diambil dan digunakan. Jika tidak, tidak boleh diambil dan digunakan.

Wallaahualam. [MNews/Rgl]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *