[Kabar] UIY: Sekadar Mengawali dan Mengakhiri Ramadan Saja Kaum Muslim Mengalami Kesulitan

[Kabar] UIY: Sekadar Mengawali dan Mengakhiri Ramadan Saja Kaum Muslim Mengalami Kesulitan

Muslimah News, NASIONAL — Tahun ini, kaum muslim mengawali puasa Ramadan secara tidak bersamaan. Ada yang mulai 11-3-2024, ada yang keesokan harinya 12-3-2024. Tahun lalu, kaum muslim juga berlebaran berbeda. Sebagian pada 21-4-2023, sebagian lagi pada 22-4-2023.

Perbedaan ini pun ditanggapi prihatin oleh cendekiawan muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY). Menurutnya, sekadar untuk bersatu mengawali dan mengakhiri puasa Ramadan saja kaum muslim mengalami kesulitan begitu rupa.

“Padahal Al-Qur’an dan hadisnya sama, objek yang dilihat juga sama, tetapi kenapa hasilnya lebih sering berbeda?” prihatinnya dalam “Beda Sikap Politik, Beda Hari Raya?” di kanal Khilafah News, Kamis (4-4-2024).

Bahkan, UIY melanjutkan, ada ungkapan menohok yang membuat tertunduk malu. “Orang-orang di Barat sudah lama menginjakkan kaki di bulan, sedangkan umat Islam sekadar melihat bulan saja hampir selalu berselisih,” ucapnya menirukan ungkapan itu.

UIY kemudian mencoba menguak sebab perbedaan itu selalu terjadi. UIY berkisah bahwa beberapa tahun lalu, UIY pernah langsung bertanya kepada seorang tokoh, seorang kiai, atau ulama yang boleh disebut menjadi figur sentral dalam sidang isbat penentuan awal dan akhir Ramadan tentang fenomena perbedaan-perbedaan itu.

“Pak Kiai, mengapa hasil rukyat Cakung dan Jepara (pada waktu itu dilakukan rukyat di berbagai wilayah di Indonesia lalu di Cakung dan Jepara hilal terlihat) ditolak? Bukankah Nabi menerima kesaksian meski hanya seorang muslim?” tanya UIY.

Lalu Pak Kiai menjawab, “Karena hasil rukyat itu bertentangan dengan hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa hilal pada sore itu jauh di bawah batas imkanu rukyat (batas yang memungkinkan untuk dilihat). Jadi harus ditolak.”

“Saya tanya lagi, ‘Apabila sudah dihitung tidak mungkin bisa dilihat, kenapa tetap saja dilakukan rukyatulhilal?’ Ia (Pak Kiai) menjawab, ‘Karena harus.’ Saya tanya lagi, ‘Kalau harus kenapa hasilnya ditolak?'” ujar UIY.

UIY juga menceritakan kepada Pak Kiai bahwa pada waktu itu hilal juga terlihat tidak hanya di Cakung dan Jepara, tetapi juga di wilayah Malaysia dan Thailand.

“Lalu saya tanyakan, kenapa kita tidak menggunakan data itu? Bukankah secara geografis Malaysia lebih dekat ke Jakarta ketimbang misalnya kawasan Indonesia Timur, Maluku, atau Papua? Mengapa kita memaksakan bahwa hilal harus terjadi di kawasan Indonesia? Dijawab oleh Pak Kiai, ‘Karena kita mengikuti prinsip wilayatul hukmi (wilayah hukum) Indonesia,'” bebernya.

Lalu ketika UIY bertanya kembali kepada pak Kiai mengenai apakah ada dalil jika wilayatul hukmi Indonesia itu membentang dari Sabang hingga Merauke, Pak Kiai menjawab, “Tidak ada.”

Matlak

UIY menduga, prinsip wilayah hukum diambil dari pendapat Imam Syafi’i tentang jarak matlak. Matlak adalah tempat lahirnya bulan. “Jika suatu kawasan melihat bulan, daerah lain dengan radius 24 farsakh (133,057 km) dari daerah tempat hilal bisa terlihat, bisa mengikuti hasil rukyat itu. Sedangkan daerah di luar radius itu, boleh melakukan rukyat sendiri,” jelasnya.

Namun menurut UIY, jumhur ulama tidak menganggap perbedaan penentuan awal dan akhir Ramadan karena perbedaan matlak.

“Oleh karena itu, kapan saja penduduk suatu negeri melihat hilal, wajib atas seluruh negeri berpuasa. Berdasarkan sabda Rasulullah saw., ‘Shûmû li ru’yatihi wa aftirû liru’ytihi (berpuasalah kalian setelah melihat hilal dan berbukalah kalian setelah melihat hilal),'” jelasnya.

Seruan ini, ucapnya, bersifat umum mencakup seluruh umat. “Jadi siapa saja di antara umat Islam melihat hilal maka rukyat itu berlaku bagi umat Islam semuanya,” tandasnya.

Bukan Persoalan Fikih

UIY lalu menyimpulkan bahwa perbedaan awal dan akhir Ramadan terjadi bukan karena persoalan fikih, bukan pula karena perbedaan metodologi hisab atau rukyat atau perbedaan organisasi, melainkan semua itu terjadi disebabkan persoalan politik yaitu ego nasionalisme.

“Masing-masing dari kaum muslim menetapkan hasil perhitungan atau rukyat di wilayah negara itu. Apabila di wilayah itu tidak terlihat hilal, langsung dianggap hilal tidak tampak tanpa menunggu hasil rukyat negeri muslim lain, meski berdekatan sekalipun,” sesalnya.

Terakhir, UIY menekankan bahwa penetapan awal dan akhir Ramadan sesungguhnya terkait erat dengan peredaran bumi, bulan, dan matahari. “Sama sekali tidak ada kaitannya dengan batas-batas politik,” pungkasnya. [MNews/IA]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *