[Kisah Inspiratif] Mu’adz bin Jabal, Lentera Ilmu dan Amal

[Kisah Inspiratif] Mu’adz bin Jabal, Lentera Ilmu dan Amal

Penulis: Chusnatul Jannah

Muslimah News, KISAH INSPIRATIF — Tatkala Rasulullah ﷺ mengikat sumpah setia dari orang-orang Anshar pada Baiat Aqabah II, di antara utusan yang berjumlah 70 orang tersebut, ada seorang pemuda dengan wajah bercahaya, enak dipandang mata, dan giginya putih berkilat. Sikapnya yang tenang dan berwibawa membuat decak kagum orang-orang yang melihatnya. Mu’adz bin Jabal ra., demikian nama pemuda itu.

Sosok Mu’adz

Mu’adz berasal dari kalangan kaum Anshar. Ia termasuk dalam golongan as-sabiqunal awwalun (golongan yang pertama masuk Islam). Ia juga menjadi saksi dan mengambil sumpah setia dalam Baiat Aqabah II.

Dengan iman yang mantap, Mu’adz hampir tidak pernah melewatkan peristiwa penting atau peperangan yang diikuti Rasulullah ﷺ. Di antara keutamaan Mu’adz ialah pemahamannya yang sangat mendalam terhadap ajaran Islam. Tersebab keutamaan Mu’adz, Rasulullah ﷺ bersabda, “Umatku yang paling tahu tentang halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal.”

Kecerdasan Mu’adz sangat mirip dengan Umar bin Khaththab. Saat Rasulullah ﷺ hendak mengutusnya ke Yaman, beliau ﷺ bertanya kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili?” Mu’adz berkata, “Kitabullah.” Rasul kembali bertanya, “Jika kamu tidak mendapatinya dalam Kitabullah?” Mu’adz berkata, “Aku gunakan pikiranku untuk berijtihad dan aku tidak putus asa.” Rasulullah ﷺ pun menampakkan wajah berseri-seri setelah mendengar jawaban Mu’adz. Kemudian, beliau ﷺ bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memudahkan utusan Rasulullah untuk menempuh jalan yang diridai Rasulullah ﷺ.”

Keteguhan dan keyakinan Mu’adz yang senantiasa mengikuti Kitabullah dan Sunah Rasulullah ﷺ tidak membatasi kemampuan berpikirnya, serta tidak menghalangi akalnya memahami berbagai kebenaran yang masih tersembunyi. Dengan kecerdasan dan keberanian berpendapat, ia mencapai kekayaan ilmu tentang Islam, dibandingkan sahabat lainnya. Dalam catatan sejarah, Mu’adz dikenal sebagai pemutus perkara yang adil dan bijaksana.

Pujian atas kecerdasan dan kedalaman berpikir Mu’adz diakui oleh para sahabat Nabi ﷺ. Abu Muslim al-Khaulani menceritakan, “Aku masuk masjid Himis. Aku mendapati sekumpulan orang tua duduk mengelilingi seorang pemuda yang giginya putih berkilat. Pemuda itu diam. Akan tetapi, apabila orang-orang itu merasa ragu tentang suatu masalah, mereka akan bertanya kepada pemuda tersebut. Aku bertanya kepada orang yang ada di sampingku, ‘Siapakah pemuda ini?’ Ia menjawab, ‘Mu’adz bin Jabal.’ Aku langsung bersimpati kepadanya.”

Pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab ra., Mu’adz kerap menjadi rujukan tatkala Khalifah Umar menghadapi suatu masalah. Ia juga menjadi rujukan dan tempat bertanya bagi sahabat lainnya. Mu’adz memiliki otak yang terlatih. Tutur katanya lugas, menarik, dan tegas. Penjelasannya mengalir dengan tenang dan cermat.

Keistimewaan ini sudah dimiliki Mu’adz sejak Rasulullah ﷺ masih hidup hingga beliau wafat. Sesungguhnya, usia Mu’adz masih terbilang belia saat itu. Mu’adz adalah sosok yang ringan tangan dan berakhlak mulia. Semua hartanya ia habiskan untuk sedekah.

Khatimah

Mu’adz meninggalkan jejak yang layak menjadi inspirasi bagi siapa pun yang ingin diberi kelebihan dalam memahami ayat-ayat Allah dan Sunah Rasulullah ﷺ. Setiap kecerdasan, jika tidak dibimbing wahyu, bisa menjadi malapetaka bagi dirinya dan orang lain.

Mu’adz adalah lentera ilmu bagi para penuntut ilmu. Ia laksana penerang bahwa ilmu harus dituntun wahyu dan amal harus dituntun ilmu. Mu’adz wafat pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra. pada usia yang masih muda, yakni 33 tahun. [MNews/YG]

*Dinarasikan ulang dari berbagai sumber

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *