[Nafsiyah] Saum dan Keimanan

[Nafsiyah] Saum dan Keimanan

Muslimah News, NAFSIYAH — Ramadan ialah bulan Al-Qur’an. Umat Islam dapat mengembalikan peran Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan panduan menuju jalan yang benar. Firman Allah Swt., “Ramadan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara hak dan batil).” (QS Al-Baqarah: 185).

Kemudian, Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman. Diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 183). Ini adalah ayat madaniyah. Para mufasir menjelaskan maksud ayat di atas.

Pertama, Imam At-Thabari menjelaskan, wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, membenarkan keduanya dan mengikrarkan keimanan kepada keduanya.

Kedua, Ibnu Katsir menjelaskan, ditujukan kepada orang-orang yang beriman dari umat manusia dan ini merupakan perintah untuk melaksanakan ibadah puasa.

Ada kaitan antara saum dan keimanan seseorang. Allah Swt. memerintahkan puasa kepada orang yang memiliki iman. Allah pun hanya menerima saum dari jiwa-jiwa yang terdapat iman di dalamnya. Saum merupakan tanda kesempurnaan keimanan seseorang.

Takwa

Takwa berasal dari fi’il ittaqa-yattaqi yang artinya berhati-hati, waspada, dan takut. Defenisi takwa ialah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya (ilmu) Allah, mengharap ampunan Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah, dan takut terhadap azab Allah Taala.” (Siyar A’lamin Nubala).

Banyak contoh sifat orang yang bertakwa, misalnya senantiasa melakukan amal ibadah dengan kesadaran dan mengharapkan keridaan Allah Taala. Mereka selalu bermuamalah sesuai syarak, bergaul dengan makruf kepada sesama manusia, dan mengerjakan kebaikan karena-Nya. Mereka juga takut mengerjakan hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.

Ciri-ciri orang yang bertakwa telah Allah Swt. sebutkan dalam firman-Nya, “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik pada waktu lapang maupun sempit, serta orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa, selain daripada Allah. Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui.” (QS Ali-‘Imran: 134—135).

Dengan demikian, takwa ialah amalan hati, bukan sekadar apa yang tampak pada anggota badan. Imam Nawawi mengatakan, amalan hati berupa pengagungan, ketakutan, dan selalu merasakan pengawasan Allah Taala.

“Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah: 8).

Ayat di atas menggambarkan ciri orang yang bertakwa. Orang yang adil yakni ketika marah, maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan. Saat ia senang, kesenangannya tidak membuat ia menyimpang dari kebenaran.

Ciri berikutnya ialah ia takut kepada Allah Swt. pada saat sendirian, ucapan benar meskipun dalam keadaan marah, dan memiliki sikap sederhana pada waktu kaya. Ia juga mencintai Allah Swt. dalam keadaan apa pun.

Kiat Meraih Takwa

Ulama mengatakan, salah satu kiat untuk meraih takwa ialah melakukan tazkiyatun nufus (pembersihan hati/jiwa). Firman Allah Swt., “Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya, beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu (dengan ketakwaan). Sesungguhnya, merugilah orang yang mengotorinya (dengan kefasikan).” (QS Asy-Syams: 7—10).

Jalan untuk meraih takwa adalah dengan memahami dan mengamalkan petunjuk Allah Swt. dalam Al-Qur’an dan sunah Rasulullah. Imam Ibnu Jauzi mengatakan, “Ketahuilah bahwa hati manusia tidak (mungkin) terus dalam keadaan bersih. Akan tetapi, (suatu saat pasti) akan bernoda (karena dosa dan maksiat). Pada waktu itu dibutuhkan pembersih hati, yakni dengan menelaah kitab-kitab ilmu (agama untuk memahami dan mengamalkannya). (Kitab Talbiisu Ibliis).

Oleh karena itu, untuk meraih takwa, kita harus senantiasa mengkaji dan memahami ilmu agama. Semoga Allah memudahkan kita untuk meraih takwa dengan diistikamahkan dalam menuntut ilmu. Apalagi jika dilakukan saat Ramadan, akan Allah lipat gandakan pahala bagi setiap muslim yang berupaya meraih ketakwaan. Wallahualam bissawab. [MNews/YG]

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *